Catatan: Adi Kusrianto, BSc.Tex, SE *)
Selain Batik yang dianggap warisan Budaya Bangsa Indonesia, kita bangsa Indonesia juga punya Sarung yang sudah merupakan salah satu ciri khas busana orang Indonesia. Sama seperti halnya baju kebaya (dari bermacam daerah) dan kopiah hitam.
Oleh karena itulah Presiden Joko Widodo telah menetapkan tanggal 3 Maret sebagai Hari Sarung Nasional Artinya, bangsa Indonesia dari Aceh hingga Papua, memang menggunakan sarung sebagai busana tradisionalnya., dengan berbagai corak maupun teknik tenunnya.
Pemahaman secara umum, sarung merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga berbentuk seperti pipa/tabung. Ini adalah arti dasar dari sarung yang berlaku di Indonesia atau tempat-tempat se-kawasan seperti semenanjung Melayu hingga Champa.
Dalam pengertian busana internasional, sarung (saroong) berarti sepotong kain lebar yang pemakaiannya dibebatkan pada pinggang untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang ke bawah), jadi bisa yang ujungnya dijahit menjadi tabung maupun yang tanpa di jahit.
Kita jarang menyadari bahwa seluruh suku bangsa di republik ini memiliki tradisi mengenakan sarung ini, walaupun secara kedaerahan sebutannya belum tentu “sarung”. Tetapi cobalah, sejak orang Aceh, mereka memiliki Sarung dengan motif yang khas, demikian juga suku Batak, suku Minang dan seterusnya. Pulau Sulawesi terkenal dengan produk-produk daerah berupa sarung sutera.
Sarung Palekat, Sarung Indonesia
Jika boleh disebutkan, maka di antara sarung-sarung yang ada di negeri kita, maka Sarung Palekat lah yang barangkali boleh di klaim sebagai sarung khas Indonesia.
Pernahkah anda mendengar istilah Sarung Palekat? Dan tahukah anda apa yang dimaksud dengan Sarung Palekat itu?
Berikut ini asal muasal Sarung Palekat, sarung yang boleh jadi bisa di klaim sebagai sarung Indonesia (di antara berbagai macam jenis sarung yang ada di seluruh dunia).
Sarung palekat memiliki ciri tertentu, yaitu memiliki persilangan warna antara benang pakan dan lusi. Dan persilangan itu tersusun secara sangat bervariasi. Warna yang digunakan adalah kombinasi warna cerah, berbeda dengan warna-warna tradisional pedalaman yang cenderung kecoklatan dan bernuansa gelap. Sarung palekat awalnya jarang menggunakan komposisi warna secara polos, dimana jumlah benang lusi yang berwarna sama dengan jumlah pakan berwarna.
Menurut catatan sejarah, orang Arab dari Hadralmaut, Yaman (kemudian dikenal sebagai orang Hadrami) sudah datang ke pulau-pulau Nusantara ini sejak abad ke 7 Masehi. Mereka mencapai Nusantara setelah melakukan pelayaran dari India.
Para pedagang Hadrami, yang ayah atau kakek mereka dulunya datang ke Nusantara tanpa membawa kekayaan berarti, memulai usaha dari bisnis kecil-kecilan. Pada awal abad 19 telah banyak berkontribusi dalam perdagangan batik dan barang tekstil, termasuk kain Palekat yang kemudian dikenal hingga sekarang sebagai Sarung Palekat.
Masyarakat Yaman sendiri telah mengenal sarung sebagai pakaian tradisional mereka. Dalam bahasa setempat, sarung disebut futah (Ensiklopedia Britanica). Sarung diyakini telah diproduksi dan digunakan masyarakat tradisional Yaman sejak zaman dulu. Hingga kini, tradisi itu masih tetap melekat kuat. Bahkan, hingga saat ini, futah atau sarung Yaman menjadi salah satu oleh-oleh khas tradisional dari Yaman. Ternyata sarung Yaman ini sangat mirip dengan sarung palekat yang di kenal di Indonesia. Jadi apakah ada hubungannya?
Dari Cullicut Menjadi Palekat
Callicut (saat ini: Kozhikode) adalah nama sebuah kota di India. Letaknya di India bagian barat daya. Tepatnya di negara bagian Kerala. Kota ini dulunya adalah ibu kota kerajaan, dan terletak di Distrik Malabar.
Vasco De Gama, penjelajah dari Portugis yang dikenal sebagai “penemu India” inilah yang patut diduga memperkenalkan produk kain tenun dari Callicut kepada para pedagang Arab dan China. Yang kemudian pada sekitar tahun 1800-an kain tenun Callicut itu sampai ke Jawa karena dibawa pedagang-pedagang Arab.
Orang menyebutnya Qāliqūṭ. Orang Tamil menyebutnya dengan istilah Kallikkottai, sementara orang China menyebutnya Kalifo.Dan akhirnya orang Jawa dengan caranya sendiri menyebut Kalikat (Callicut) dengan Palekat.
Lalu bagaimana orang Riau hingga semenanjung Malaysia juga menyebut “kain palekat?”. Karena mereka berdagang kain tenun palekat ini dari produsen tenun di Pekalongan yang menjadi pusat perniagaan teksti sejak lama.
Bidang Riset dan Pengembangan IKATSI (Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia) telah menerbitkan buku “Sarung Tenun Indonesia, Warisan Budaya Bangsa” diterbitkan oleh Penerbit Andi 2020.
Akhirnya, selamat Hari Sarung Nasional Indonesia 3 Maret 2021.
“Jangan sungkan-sungkan mengenakan Sarung Tenun Nasional kita sebagai busana kebanggan kita.”
*) Adi Kusrianto, BSc.Tex, SE .
Pengamat Tekstil dan Wastra Nusantara.