Catatan:
HM Yousri Nur Raja Agam
Ketua DPP FKB KAPPI
Angkatan 66
Hari Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat), sejak tahun 1967, diperingati setiap tanggal 10 Januari. Hari Tritura, sebutan terhadap kegiatan aksi pelajar dan mahasiswa, di akhir tahun 1965 hingga awal tahun 1966.
Pergerakan anak muda — pemuda atau generasi muda, hampir selalu mewarnai peristiwa sejarah. Terutama gerakan perlawanan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkuasa. Demikian pula yang terjadi setelah tragedi nasional Gerakan 30 September 1965 oleh gerombolan Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).
Peristiwa berdarah G30S/PKI tahun1965 itu tidak mungkin dihapus dari sejarah bangsa Indonesia. Upaya pengambilalihan pemerintahan atau rencana kudeta yang didalangi oleh PKI itu, benar-benar sejarah kelam bangsa Indonesia. Sebab, gerakan itu disertai pembunuhan terhadap pimpinan tertinggi militer di Lubang Buaya, Jakarta.
Saat itu, tidak hanya kasus politik yang terjadi, tetapi juga keadaan ekonomi. Masyarakat Indonesia ketika itu dalam keadaan parah. Harga bahan pokok yang dikenal dengan sembako, mahal. Ongkos dan biaya hidup terasa berat.
Saat itu harga BBM (Bahan Bakar Minyak) kendaraan bermotor, terasa mahal. Sehingga, berakibat kepada kenaikan tarif kendaraan umum. Sampai-sampai perjalanan untuk ke sekolah, kerja dan ke pasar juga memberatkan.
Pemerintahan Presiden Soekarno dengan Kabinet Dwikora waktu itu dianggap tidak wajar. Jumlah kementerian dengan para menteri bersama wakil menteri jumlahnya terlalu banyak. Sehingga pemerintahan waktu itu dinilai terlalu gemuk, sehingga disebut “Kabinet 100 Menteri”.
Situasi yang tidak menentu akibat peristiwa G30S/PKI itu, membuat mahasiswa dan pelajar melakukan aksi turun ke jalan. Demonstrasi yang terjadi dari Jakarta itu menyebar ke seluruh penjuru di tanah air. Aksi turun ke jalan dan menyampaikan pernyataan ke kantor pejabat pemerintahan berlangsung setiap hari.
Para mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan berhimpun dalam barisan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Pelajar SMP dan SMA bersama organisasi Pemuda berhimpun dalam Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Menyusul ikut mendukung KABI (Kesatuan Aksi Buruh Indonesia), KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia) dan KAGI (Kesatuan Aksi Guru Indonesia). Bahkan diikuti pula oleh berbagai organisasi ekstra universiter.
Tanggal 10 Januari 1966 itu, para mahasiswa dan pemuda pelajar berkumpul di kampus UI (Universitas Indonesia) Jalan Salemba 4 Jakarta. Di dalam aula berlangsung seminar “Ekonomi dan Moneter”. Di halaman kampus para mahasiswa dengan 17 organisasi kemahasiswaan yang bergabung dalam KAMI menyelenggarakan Rapat Umum.
Rapat umum yang dipimpin Cosmas Batubara itu mengutuk pelaku G30S/PKI. Yang cukup menarik acara ini dihadiri Kolonel Sarwo Edhi, Komandan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) — yang sekarang bernama Kopasus (Komando Pasukan Khusus). Waktu itu Sarwo Edhi didampingi stafnya: Mayor CI Santoso dan Gunawan Wibisono.
Para mahasiswa yang tergabung di KAMI merasa ada kebersamaan dengan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) — sebutan untuk gabungan TNI-Polri waktu itu. Sikapnya sama-sama punya keinginan untuk mengganyang G30S/PKI. Aktivitas mahasiswa ini juga didukung oleh pemuda, serta pelajar SMP dan SMA yang kemudian bergabung dalam organisasi KAPPI.
Usai rapat umum para mahasiswa dan pemuda, serta pelajar itu, berjalan kaki membentuk arak-arakan menuju ke kantor Departemen Dalam Negeri (Depdagri) — sebutan Kemendagri waktu itu. Sambil menunggu wakil pemerintah, peserta aksi duduk-duduk di halaman sampai memacetkan lalulintas jalan raya waktu itu.
Delegasi aksi mahasiswa bersana pelajar ini menyampaikan tuntutan kepada Pemerintah melalui Wakil Perdana Menteri (Waperdam) iii, Chairul Saleh.
Nah, kepada Chairul Saleh, delegasi menyampaikan “tiga tuntutan rakyat” — kemudian disebut Tritura,
Pertama: Bubarkan PKI
Kedua : Rombak Kabinet Dwikora
Ketiga : Turunkan harga.
Chairul Saleh sepakat dengan delegasi. Tiga kebulatan tekad ini akan segera disampaikan kepada Presiden. Para peserta aksi kembali ke Kampus Salemba dengan tertib. Masyarakat bersimpati. Setelah aksi 10 Januari 1966 itu, demonstrasi berlanjut hampir tiap hari. Aktivitas di ibukota ini juga berlangsung di kota-kota seluruh Indonesia.
Nah, tanggal 10 Januari, setiap tahun kemudian diperingati sebagai Hari Tritura. “Selamat Hari Tritura: — gema dan gaungnya pun masih terasa sampai sekarang. (*)