KUPANG, beritalima.com – Warga pesisir Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang membudidaya rumput laut prihatin karena hasil menurun akibat rusak.
Matheos Laka, Sekretaris Petani Rumput Laut Desa Lifuleo, saat ditemui wartawan di pantai Oesina, pada Selasa (23/6/2020) siang, mengatakan, diduga rusaknya rumput laut karena tercemar debu dari pembangunan jetty (jembatan) temporary proyek PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) Timor-1.
“Rusaknya rumput laut ini dari debu yang terbawa arus air laut dan menempel di rumput laut sehingga rumput laut menjadi putih. Kalau tidak cepat panen rumput laut akan hancur,” ungkap Matheos.
Matheos mengatakan, akibat rusaknya rumput laut tersebut, selain harga anjlok, produksi rumput laut juga merosot.
“Biasanya hasil panen rumput laut saya 200 kilogram, sejak terkena debu, hanya bisa panen 30 kilogram saja,” ungkapnya.
Dengan adanya kerusakan rumpat laut ini, lanjut Matheos, para petani rumput mengadu ke pihak perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut. Dan pihak perusahaan pun sudah turun survei ke lokasi budidaya rumput laut.
“Pihak perusahaan sudah turun langsung ke tempat budidaya rumput laut, dan mereka janji akan turun lagi untuk bertemu dengan para petani rumput laut,” kata Matheos.
Dia berharap, pihak perusahaan bisa segera memberikan kompensasi kepada para petani rumput laut.
Sementara itu, Manajemen Proyek PLTU Timor 1 PT. PP (Persero) Tbk, Dian Prihatianto Pamungkas ketika dikonfirmasi melalui sambungan telponnya, pada Kamis (25/6/2020) siang, mengatakan, dalam pelaksanaan pembangunan, PT. PP selalu mengedepankan standard operation procedures (SOP) yang baik, sesuai standar perusahaan dan aturan – aturan yang berlaku, serta selalu bekerja dibawa pengawasan persetujuan team pengawas dan PT. PLN selaku pemilik proyek.
“Untuk SOP sudah kita lakukan sosialisasi pembangunan PLTU Timor- 1, analisis dampak lingkungan juga sudah ada, dan mengenai pembangunan jetty dan lain sebagainya sudah lengkap semua karena ini proyek negara. Jadi SOP – SOP itu sudah kita jalankan,” ujarnya.
Terkait pengaduan warga soal rumput laut, kata Dian, pada bulan Mei 2020 sudah dilakukan mediasi pertama. “Kita sudah temui warga, bahkan kita sudah lakukan pemeriksaan rumput laut dengan menggunakan sekoci. Jadi jarak antar pembangunan dermaga PLTU dengan rumput laut sekira 1,5 kilometer. Jika pun terdampak ini sangat minim dan kami akan bertanggungjawab,” kata dia menambahkan.
Ia mengatakan, pihaknya sudah menggandeng Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) yang lebih berkompeten mengenai rumput laut.
“Dalam waktu dekat kita akan melakukan mediasi kembali dengan warga dibantu dengan BKKPN. Kedepannya seperti apa kita minta dan mohon arahan BKKPN. Yang jelas apa pun yang dirugikan para petani rumput laut kita akan lakukan pemeriksaan bersama dengan BKKPN. Seminim apa pun resiko atau dampak kami akan bertanggungjawab,” kata Dian Pamungkas.
Kedepannya PT. PP tetap mempunyai komitmen yang baik dalam pembangunan masyarakat sekitar dan akan lebih intens bekerjasama dengan pihak BKKPN dan PT. PLN selaku pemilik proyek dan aparat terkait untuk terus membantu masyarakat , salah satunya dengan akan melakukan CSR kepada masyarakat petani setempat sebagai media komunikasi dan edukasi serta memberikan informasi yang lebih kompherensif terkait isu – isu yang saat ini beredar dan upaya – upaya penyelesaian yang dapat dilakukan bersama kedepannya.
PT. PP akan tetap berkomitmen untuk selalu menjaga komunikasi dan koordinasi dengan warga sekitar selama masa pembangunan pembangkit tersebut. (L. Ng. Mbuhang)