Namun dari hasil survei LSI di tiga segmen menyatakan untuk berjaya kembali perlu branding baru, diantaranya adalah mayoritas masyarakat pedesaan 62,6% dan perkotaan 68,5%. Kalangan pendapatan menengah atas paling kuat 66,0%, begitu juga dengan pendidikan tinggi 67,8%
“Golkar untuk jaya kembali perlu branding baru dan tidak memikirkan ketumnya bermasalah. Karena tidak memikirkan masalahnya tapi brandingnya untuk jaya kembali,” tegas Sopa kepada beritalima.com, Rabu (18/5/2016)
Dari hasil riset, LSI yang dilaksanakan 2 – 7 Mei 2016, Ardian Sopa yang didampingi moderator Dewi Arum, menemukan konflik elit lebih dari setahun membuat Golkar terpuruk dalam empat hal. Namun empat langkah yang harus disiapkan Golkar jika ingin berjaya kembali menurut Sopa. Pertama, Bergabung dalam pemerintahan Jokowi dan mendapatkan kursi kabinet (sesuai dengan harapan pemilih agar Golkar kembali ke khitah, sebagai partai yang berperan di pemerintahan)
Kedua, Kembali berjaya di pilkada 2017, 2018 dengan kemenangan seperti sebelumnya >50% (kembali ke era kejayaan Golkar sebelum konflik kepengurusan), Ketiga, Menyiapkan calon presiden atau wapres yang kuat, dan segar. Praktis tak ada kader Golkar yang pernah menang dalam pilpres langsung
sejak pemilu 2004. Tanpa calon Golkar menjadi presiden, Golkar tak lengkap mengendalikan pemerintahan.
Keempat, Menawarkan aneka program/agenda nasional, dan menampilkan elit baru Golkar yang segar untuk menjadi branding baru Golkar. “Ini yang harus dirumuskan oleh pengurus baru di bawah Setya Novanto dan Aburizal Bakrie. Mayoritas publik tetap meyakini Golkar mampu bangkit lagi, sesuai dengan pengalamannya, sejauh Golkar tampil dengan branding baru, dengan gagasan, program dan elit baru yang segar. Hanya pergantian kepengurusan tak cukup untuk membangkitkan Golkar kembali,” terang Ardian Sopa. dedy mulyadi