Oleh :
Rudi S Kamri
Saya tidak tahu apa yang menjadi pertimbangan Muhammad Awaluddin Direktur Utama Angkasa Pura II (AP II) saat dengan bangga membuat “Halal Park” di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta Tangerang Banten. Dia mendapat perintah Bossnya atau latah ikut-ikutan Gubernur DKI Jakarta yang oportunis atau murni idenya dia.
Siapapun yang menjadi inisiatornya, bagi saya adanya ruang taman halal di tempat umum adalah keputusan konyol yang sangat saya sesalkan. Ruang publik di negeri yang pluralis seperti Indonesia seharusnya steril dari warna sektarian. Adanya ruang halal tersebut, seolah pimpinan AP II melakukan diskriminasi SARA bahwa hanya orang Islam saja yang boleh dan pantas masuk ke area itu. Kalaupun tidak ada maksud seperti itu, sudah pasti bagi orang non muslim merasa sungkan dan enggan masuk ke area sektarian tersebut.
Kalau saja area tersebut dibuat tidak secara permanen, misalnya selama bulan Ramadhan, bagi saya masih masuk akal. Tapi kalau dibuat permanen, bagi saya pembuatnya sudah kehilangan akal.
Apakah Awaluddin dan kawan-kawan yakin semua di Halal Park Terminal 3 bebas dari barang haram atau tidak islami ? Bebas dari koneksitas dengan perbankan yang ada ribanya. Bebas dari cara pembayaran menggunakan kartu kredit Yahudi ? Apakah berarti barang- barang yang dijual di toko-toko di Terminal 3 yang tidak masuk area Halal Park dianggap tidak halal ?
Ambyar otak saya melihat fenomena konyol seperti ini. Negeri yang beragam dan berBhineka Tunggal Ika dimana enam agama dan beberapa aliran kepercayaan sudah diakui negara dan 74 tahun kita merdeka, masih ada pemikiran konyol seperti ini.
Saya sedih karena akhir-akhir ini seolah negeri ini berjalan ke arah yang salah. Rasa empati sosial terhadap sesama yang kebetulan punya identitas yang berbeda terlihat mulai mengikis habis. Kelompok mayoritas mulai menunjukkan ego dominannya untuk menguasai, bukan melindungi. Dan sedihnya negara seolah mendukung tendensi seperti ini. Terbukti Halal Park di Gelora Senayan yang meresmikan Presiden Jokowi. Hadeueh
Saran saya kepada Presiden Jokowi, jadikan semua area publik di negara ini ramah terhadap semua penduduk negeri ini apapun agama dan etnisnya. Jadikan Indonesia menjadi rumah bersama bagi seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Sabuk Nusantara ini milik kita semua, bukan milik golongan tertentu. Jangan biarkan agama dijadikan barang dagangan, Pak. Please ??
Terakhir pertanyaan kecil saya untuk Muhammad Awaluddin dan kawan-kawan sang penguasa Terminal 3. Pernahkah kalian berpikir, bagaimana perasaan orang-orang yang non muslim melihat fasilitas yang diskriminatif seperti itu ? Atau memang kalian sudah tidak punya pikiran ?
Salam SATU Indonesia,
24112019
#MariMenjadiIndonesiaSeutuhnya