SURABAYA, beritalima.com|
Penyelenggaraan seleksi ajang Miss Universe Indonesia 2023 telah menuai berbagai kontroversi. Belakangan, terdengar kabar adanya dugaan pelecehan seksual pada peserta seleksi ajang pageant tersebut.
Mereka mengaku dipaksa untuk melakukan foto secara telanjang sebagai syarat body check. Buntutnya, beberapa peserta melaporkan tindakan asusila itu kepada pihak berwajib.
Menanggapi hal tersebut, pakar hukum pidana Universitas Airlangga (Unair), Riza Alifianto Kurniawan, SH, MTCP turut buka suara. Ia menyebut dugaan pelecehan seksual dalam penyelenggaraan Miss Universe Indonesia 2023 itu sebagai permasalahan serius dan dapat berpotensi menjadi tindak pidana.
“Saya rasa dugaan tindakan pelecehan seksual di masa seleksi itu adalah permasalahan serius. Bahwa ada beberapa kontestan mengalami dugaan pelecehan pada saat mereka harus melakukan body check ini menjadi permasalahan yang menuju pada tindak pidana,” ujar Riza, Senin (14/8/2023).
Perlu Respons Cepat
Dosen Fakultas Hukum (FH) Unair itu menilai bahwa tindakan pelaporan para peserta pada pihak kepolisian adalah tindakan yang tepat. Dengan kata lain, tindakan tersebut telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Tindakan beberapa peserta yang melaporkan itu saya rasa adalah tindakan yang tepat. Artinya, ada penyelesaian perkara yang sesuai dengan prosedur. Dalam arti jika ada dugaan tindakan pidana, ya, memang seharusnya segera melapor ke polisi,” tutur Riza.
Di sisi lain, pihak kepolisian wajib bergerak cepat dalam merespons laporan tersebut. Perlu adanya penyelidikan lebih dalam guna memastikan keberlanjutan proses hukum atas tindakan asusila yang telah terjadi.
“Pihak kepolisian sendiri apabila menerima dugaan ini seharusnya merespons dengan cepat dan segera melakukan penyelidikan. Dan ini memang sudah seharusnya menjadi concern bersama karena tindakan yang dilakukan saat body check itu adalah tindakan pelecehan seksual dan telah melawan hukum. Jadi harus segera diberantas,” imbuhnya.
Potensi Tindak Pidana
Lebih lanjut, Riza mengatakan bahwa ada potensi tindak pidana dalam dugaan kasus pelecehan seksual tersebut. Adapun pasal yang dapat diterapkan pada kasus ini adalah pasal Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2022.
Ia menambahkan, tindakan asusila ini tergolong sebagai tindak pidana kekerasan seksual dengan sanksi berat. Terlebih, tindak pelecehan seksual itu berkaitan dengan relasi kuasa yang membuat korban berada dalam posisi rentan.
“Pasal yang dapat diterapkan untuk kasus ini adalah Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diatur dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2022. Tindakan pelecehan seksual ini adalah tergolong tindak pidana dengan sanksi yang berat. Apalagi ada dugaan oknum pelaku melakukan pelanggaran ini dengan relasi kuasa sehingga membuat korban ada dalam posisi rentan,” ungkap alumnus University of Wollongong Australia itu.
Sebagai langkah lanjutan, Riza menuturkan bahwa perlu adanya kerja sama antara pihak kepolisian dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Republik Indonesia untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut. Selain itu, KemenPPPA dan lembaga-lembaga terkait juga perlu memberikan perlindungan serta membantu pemulihan psikis para korban.
“Berkaitan dengan langkah selanjutnya, harus ada respons cepat oleh polisi atau kementerian yang tugasnya berkaitan dengan wanita untuk menyampaikan sikap atau mengutuk tindak pidana yang sudah terjadi. Juga tentunya memberikan perlindungan korban dan pemulihan dampak psikis korban,” pungkasnya. (Yul)