Hendrajit: Sejatinya Prabowo Menteri Luar Negeri Defacto

  • Whatsapp
Hendrajit, pengamat geopolitik mengatakan, sejatinya Presiden Prabowo secara defacto sebagai Menteri Luar Negeri (foto: istimewa)

Jakarta, beritalima.com| – Beberapa hari setelah dilantik sebagai Presiden ke-8 RI (Oktober 2024), Prabowo Subianto langsung melakukan kunjungan kerja ke sejumlah negara sahabat. Bahkan, Prabowo pun mengutus Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono untuk ikut hadir dan menyatakan Indonesia untuk bergabung ke organisasi internasional BRICS (Brasil, Rusia, Iran, Cina dan Afrika Selatan).

Sikap cepat dan tegas Presiden dalam kebijakan luar negeri tersebut, menurut Hendrajit Direktur Eksekutif Global Future Institute, adalah sikap berani. Bagaimanapun juga, kebijakan luar negeri adalah cermin dari kepentingan nasional. Berikut adalah wawancara beritalma (BL) dengan Hendrajit (HEN), ahli Geopolitik dan hubungan internasional

BL. Bagaimana anda menilai kinerja Menlu di 100 hari ini?

HEN.. Mungkin dibanding sektor lain, kinerja Menlu RI lah paling efektif dan bergerak secara dinamis. Bahkan sejak awal pemerintahan Prabowi-Gibran, misalnya dengan mengirim Menlu Sugiono  ke KTT BRICS di Kazan. Dan secara tegas menyatakan ingin gabung dengan BRICS. Nampak jelas Prabowo lewat Menlu Sugiono memainkan peran di forum BRICS untuk mengamalkan azas Politik Luar Negeri Bebas-Aktif tidak secara konvensional dan penuh kehati-hatian. Melainkan secara berani memilih kutub alternatif di luar skema AS (Amerika Serikat)-Uni Eropa untuk kepentingan nasional.  Maka keliru kalau ada yang menilai kita gabung BRICS berarti pro Cina dan Rusia atau anti-AS.

BL. Apa sebenarnya tantangan utama RI dalam pergaulan internasional saat ini dan kedepan?

HEN. Tantangan strategis kita di forum internasional adalah kembali memainkan peran pro aktif dan konstruktif dalam diplomasi antar bangsa. Seperti peran kepeloporan kita Di Konferensi Asia Afrika Bandung 1955 dan Gerakan Nonblok Beograd 1961. Sosok Prabowo yang high profile bahkan sejak semasa di militer, sepertinya cukup pas. Malah kalau saya perhatikan, sejatinya Prabowo lah menlu de facto kita saat ini.

BL. Dengan bergabung ke BRICS, apakah RI akan berperan lebih pro aktif mengimbangi politik globalnya?

HEN. Bergabungnya RI ke BRICS sejatinya untuk menciptakan balancing strategy antara kutub AS-Uni Eropa dan kutub Cina-Rusia. Lho, bukannya BRICS itu dimotori Cina-Rusia? Betul. Tapi bukankah India itu terikat dalam Common Wealth dengan Inggris eks negara penjajahnya? Bukankah India-Pakistan yang ribut terus perkara Kashmir bisa duduk satu meja di BRICS? Bukankah India-Cina juga punya sengketa perkara Tibet? Satu lagi, bukankah Arab Saudi-Iran yang bebuyutan sekarang juga duduk semeja di BRICS? Kenyataan ini membuktikan BRICS merupakan sarana multilateral untuk membuka berbagai kemungkinan baru dan keluar dari jalan buntu. Bahkan bisa saja jadi sarana memaksakan kenyataan baru baik ke kawan apalagi lawan.

BL. Prioritas kepentingan nasional apa yang mesti diperjuangkan RI guna mengangkat perannya di level internasional?

HEN. Prioritas kita bersama negara negara berkembang lainnya, termasuk Global South, untuk memperkuat kembali posisi tawar dalam mendesak terciptanya Keadilan Global. Di bidang politik-keamanan, ekonomi dan kebudayaan. Kedua,  memberdayakan dirinya sebagai kutub ketiga di antara dua kutub yang lagi bertarung saat ini. AS versus Cina.

BL. Akankah RI menjalin hubungan lebih kuat ke blok Rusia dan sekutunya?

HEN. Rusia, yang saat Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 bernama Uni Soviet, termasuk salah satu negara yang mengakui kedaulatan nasional kita. Dengan begitu termasuk negara sahabat yang sudah teruji oleh waktu. Begitu pula dengan Cina. Dengan begitu, sudah semestinya Indonesia menjalin aliansi strategis dengan Cina dan Rusia secara lebih produktif. Utamanya di industri, ilmu pengetahuan, teknologi, pertanian dan kemaritiman.

Jurnalis: Abriyanto

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait