SURABAYA – beritalima.com, Direktur PT Soyu Giri Primedika (SGP) Abdul Majid dan komisarisnya Ahmad Prihantoyo, didatangkan Jaksa KPK pada sidang kasus OTT dengan terdakwa hakim Pengadilan Negeri Surabaya Itong Isnaeni Hidayat. Jum’at (22/7/2022).
Banyak hal yang dijelaskan para saksi terkait proses permohonan pembubaran PT SGP yang diurus melalui pengacaranya yang bernama RM Hendro Kasiono tersebut.
Saksi Abdul Majid misalnya, mengatakan bahwa dirinya diangkat sebagai direktur karena memiliki cukup banyak saham di PT SGP. Meski menurutnya saham tersebuf bukan miliknya pribadi tapi milik koperasi Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Ponpes Sidogiri.
“Sifat sahamnya penyertaan sebab koperasi membeli 8 bidang tanah milik Pak Ahmad Prihantoyo. Tanah pak Ahmad Prihantoyo tersebut rencana oleh SGP akan dibangun rumah sakit. Saat ini sudah dibangun tiang pancang” katanya di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Terkait permohonan pembubaran PT SGP, saksi Abdul Majid membenarkan ada dan sedang diurus oleh Hendro Kasiono.
“Tapi saya tidak pernah diberitahu oleh pak Hendro siapa majelis hakim yang mengurusi pembubaran PT itu,” lanjutnya.
.
Dalam keterangan lainnnya, sakai Abdul Majid juga menjelaskan bahwa untuk pengurusan pembubaran PT SGP Hendro Kasiono mematok bayaran Rp 1,350 miliar dengan perjanjian jika gagal uang akan dikembalikan. pembubaran PT SGP tersebut kata Abdul Majid bermaksud untuk merubah RUPS yang dinilai tidak fair karena pihak Dokter Yudi dan Dokter Sujianto tidak menyetorkan saham.
“Di Lawang, saya dan pak Ahmad Prihantoyo serta pengacara Hendro Kasiono membuat kesepakatan bersama honor advokat dan surat kuasa pengurusan pembubaran PT SGP. Uang Rp 1,350 miliar tersebut untuk pengurusan sampai selesai, PN, PT dan Kasasi. Dengan perjanjian uang itu akan dikembalikan jiika terjadi kegagalan atau kalah,” ungkapnya di persidangan.
Terkait besarnya honor sampai Rp 1,350 miliar tandas saksi Abdul Majid dikarenakan ada rekomendasi dari Ahmad Prihantoyo, juga karena ada kabar Astra berani membeli rumah sakit itu 50 miliar.
Padahal saksi sudah menjual sahamnya di SGP.
“Awalnya itu tidak saya hiraukan sebab saham saya di SGP saya jual kepada dokter Yudi dan dokter Sujianto. Namun setelah ada tawaran dari Astra saya jadi berubah pikiran dan menganggap itu tidak fair. Apalagi saya dapat info dari Pak Hendro yang menyatakan Pak Yudi dan Pak Sujianto tidak pernah setor saham,” jelasnya di muka persidangan.
Ditanya oleh terdakwa Itong, apakah saksi Abdul Majid perkara apa yang dituduhkan KPK terhadap dirinya,? Saksi Abdul Majid menjawab tidak tahu.
“Tidak tahu, saya hanya dengar dan membaca di media ada OTT itu saja,” jawabnya.
Ditanya lagi oleh terdakwa Itong, setelah mendengar dan membaca di media, perkara apa yang dituduhkan kepada saya,?
“Saya tidak tahu, saya kan tidak ada hubungan dengan bapak, saya kan hanya berhubungan dengan pak Hendro Kasiono,” jawabnya.
Apakah saya, Itong sebagai hakim pernah menjanjikan kepada saudara untuk memenangkan perkara,? Tidak pernah Pak.
Apakah saya, Itong sebagai hakim pernah minta sesuatu secara langsung maupun tidak langsung kepada saudara? Tidak pernah.
Terkait uang Rp 1,350 miliar, apakah uang itu untuk honor pengacara ataukah memang untuk diserahkan kepada hakim,? Saksi Abdul Majid menjawab
“Tidak untuk memenangkan perkara juga tidak untuk diserahkan pada hakim. Saya membayar itu berdasarkan kontrak saja dengan Hendro Kasiono. Setelah setor uang Hendro tidak pernah menyerahkan konsep gugatanya kepada saya. Saya hanya disuruh tanda tangan surat kuasa untuk pengajuan perubahan PT. Tapi konsep gugatannya tidak pernah,” pungkasnya.
Sementara saksi Ahmad Prihantoyo dihadapan majelis hakim memastikan bahwa dirinya sebagai orang awam tidak pernah mendapatakan cerita apapun dari Hendro Kasiono tentang siapa hakim yang kelak menangani dan memutuskan pembubaran PTnya. Saksi juga tidak pernah diberi draft pembubaran termasuk syrata apa saja untuk pembubaran sebuah PT.
“Proses dan teknisnya kami tidal pernah diberitahu Hendro,” katanya.
Saksi Ahmad Prihantoyo yakin mempercayakan urusannya kepada Hendro karena Hendro tidak bekerja sendirian, tapi dibantu banyak pengacara yang ikut bekerja di kantor Hendro Kasiono.
Saksi Ahmad Prihantono juga mengatakan bahwa ada pengeluaran lain di luar uang Rp 1,350 miliar kepada Hendro, yaitu Rp 100 juta untuk kasbon.
“Setiap kali laporan Hendro tidak pernah detil menjelaskan. Dia hanya mengatakan pelaksanaan sidang berjalan lancar sesuai yand diharapkan. Saya percaya saja sebab dia profesional,” tandasnya.
Diakui saksi Ahmad Prihantoro, pembubaran PT SGP memang tidak didasarkan pada kesepakatan bersama dengan pemegang saham lainnya yakni dokter Yudi dan dokter Sujianto. Kata Pak Hendro PT SGP dibubarkan saja, kalau tidak justru bapak Abdul Majid tidak punya saham.
“Hal itu timbul setelah saham Abdul Majid terjual. Maksud dan tujuan pembubaran itu hanya untuk mengembalikan saham saya dan Abdul Majid kembali seperti semula 50 persen, 50 persen. Catatan pak Hendro kalau berhasil maka uang yang dibayarkan dokter Yudi dikembalikan. Makanya untuk pembubaran Hendro minta Rp 1,350 miliar ditambah 15 persen,” pungkas saksi Ahmad Prihantoro. (Han)