JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengapresiasi langkah pemerintah yang bakal menerapkan sistem zonasi guru dalam melakukan usaha penataan tenaga pengajar di tanah air.
Hal itu dikemukakan pada acara diskusi pendidikan dengan tema “Menata Guru dengan Sistem Zonasi, Mulai dari Mana?” yang diadakan Forum Wartawan Pendidikan (Fortadik) di Aula Graha 1 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senin (10/12).
“Arah kebijakan tersebut untuk mendorong kreativitas guru dalam kelas heterogen, meningkatkan keragaman peserta didik, mencegah penumpukan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dalam satu wilayah,” kata Hetifah.
Meski demikian, ungkap Ketua Umum Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) tersebut, pemerintah harus mengantisipasi masalah-masalah yang bakal muncul ketika menerapkan kebijakan zonasi.
Menurut politisi senior Partai Golkar ini, sedikitnya ada tujuh hal yang perlu diperhatikan pemerintah sebelum menetapkan kebijakan zonasi guru.
Pertama, jumlah guru yang terbatas. Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) dibutuhkan guru kelas, sedangkan SMP, SMA/SMK harus disesuaikan keahlian dan mata pelajaran yang diajarkan.
Kedua, pemetaan guru. Baik dari sisi jumlah, komposisi guru PNS dan Non PNS, bidang keahlian (mata pelajaran). Ketiga, perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan dari kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Keempat, perlu untuk memperhatikan kondisi dari masing-masing daerah. Kemendikbud harus memperhatikan kondisi geografis daerah. Kelima, koordinasi dan konsolidasi dengan Pemda. Harus memperhatikan kesulitan yang mungkin terjadi di lapangan misalnya benturan dengan kewenangan Pemerintah Daerah.
Keenam koordinasi dan konsolidasi dengan lintas kementerian. Terkait komposisi guru PNS dan Non PNS. Ketujuh, membenahi sistem pengembangan keprofesian berkelanjutan. Kemendikbud harus membangun pengembangan karir bagi guru.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhajir Effendy menyampaikan, sistem zonasi ini dipastikan bakal menuai pro dan kontra. Namun, Muhajir menyebut bahwa pemberlakuan sistem ini untuk percepatan dan pemerataan pendidikan.
“Sistem zonasi pendidikan adalah kebijakan strategis jangka panjang untuk percepatan dan pemerataan pendidikan yang berkualitas”, ujar Muhajir.
Menurut Muhajir, sistem zonasi ini untuk merestorasi pendidikan, menjamin pemerataan akses pendidikan, mendekatkan lingkungan sekolah dengan peserta didik, menghilangkan ekslusivitas dan diskriminasi di sekolah negeri.
Selain itu juga membantu analisis perhitungan kebutuhan dan distribusi guru, serta mendorong kreativitas pendidik dalam pembelajaran dengan kondisi siswa yang heterogen. “Sistem ini juga mencegah penumpukan guru berkualitas dalam suatu wilayah atau sekolah tertentu,” demikian Muhajir Effendy. (akhir)