JAKARTA, Beritalima.com– Wacana penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara permanen menimbulkan keresahan di masyarakat karena berbagai pihak menilai, pelaksanaan PJJ secara permanen belum cocok diterapkan di Indonesia karena keterbatasan yang dimiliki tak hanya para tenaga pengajar tetapi juga murid dan orang tuam
Seperti diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi X DPR RI beberapa hari lalu mengatakan, PJJ ini akan menjadi permanen. “Bukan PJJ pure saja, tapi hybrid model.
Menanggapi masalah tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dr Hj Hetifah Sjaifudian mengatakan, itu bukan berarti setelah Covid-19, PJJ bakal diterapkan sepenuhnya di Indonesia.
“Yang saya tangkap dari pernyataan Mendikbud, maksudnya adalah setelah semua adaptasi yang telah kita lakukan selama pandemi, tidak mungkin kita kembali lagi sepenuhnya melakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan cara-cara lama,” kata politisi senior Partai Golkar tersebut.
Justru, lanjut wakil rakyat dari Dapil Provinsi Kalimantan Timur itu dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp (WA) kepada Beritalima.com, Selasa (7/7) pagi, kita harus maksimalkan teknologi yang sudah dipelajari untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar, dengan mengkombinasikan PJJ dan tatap muka seperti sebelum wabah Covid-19 melanda dunia.
Dikatakan, kedepannya Kemendikbud akan menerapkan beberapa strategi untuk meningkatkan akses terhadap teknologi, antara lain memastikan setiap satuan pendidikan memiliki infrastruktur Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) yang memadai, bekerjasama dengan provider dan membuat paket subsidi internet, Kominfo dan PLN untuk menyediakan akses internet dan listrik yang merata. Itu semua tercantum dalam draft peta jalan pendidikan nasional 2020-2035.
Lebih jauh Wakil Ketua Umum Partai Golkar bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) tersebut menyatakan, pemanfaatan teknologi bisa dimanfaatkan untuk menjembatani kesenjangan pendidikan. Kesenjangan kualitas dan geografis bisa sedikit banyak teratasi dengan bantuan teknologi.
“Misalnya, anak-anak di pelosok sekarang bisa mendapatkan pengajaran dari guru-guru terbaik skala nasional melalui bantuan aplikasi. Ini bisa kita manfaatkan untuk pemerataan. Namun demikian, kita terus ingatkan Kemendikbud bahwa kesediaan akses untuk semua merupakan prasyarat, jika tidak justru ini bisa menambah kesenjangan,” ungkap dia.
Meski begitu, Hetifah mengingatkan, tidak semua hal bisa tergantikan dengan PJJ. Misalnya pembangunan karakter, itu memerlukan keteladanan yang anak lihat sehari-hari. “Jadi, tidak mungkin pembangunan karakter ini diajarkan secara jarak jauh. Juga kemampuan bersosialisasi, harus tatap muka. Saya rasa Kemendikbud juga mengerti ini dan tidak mungkin semerta-merta dihilangkan,” demikian Dr Hj Hetifah Sjaifudian. (akhir)