Hidayat: Kritik Jangan Diartikan Sebar Kebencian atau Hoaks

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Bangsa Indonesia mempunyai pengalaman cukup panjang dalam berdemokrasi. Karena itu, tidak perlu ada kekhawatiran bakal terjadi perpecahan dalam pemilihan presiden (pilpres) yang pelaksanaannya bersamaan dengan pemilihan legislatif (pileg) 17 April mendatang.

Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) dalam diskusi Empat Pilar MPR bertema ‘Konsolidasi Nasional Untuk Pemilu Damai’ yang digelar di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/3).

Selain politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, juga tampil sebagai pembicara anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar, Ace Hasan Sadzily dan pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ady Prayitno.

Pada kesempatan tersebut, HNW mencontohkan ketika Presiden Soeharto jatuh ada anggapan bangsa ini akan bubar. Kekhawatiran serupa juga terjadi pada Pemilu 1999 dan saat peralihan kekuasaan dari Presiden Abdurrahman Wahid ke Megawati. Namun, ketakutan akan terjadi perpecahan pada peristiswa besar itu tidak menjadi kenyataan.

Karena itu, wakil rakyat dari Dapil Jakarta Timur ini meminta semua pihak tidak memperbesar ketakutan bila dalam Pemilu 2019 akan terjadi hal-hal yang tidak

“Soalnya, pemilu adalah peristiwa rutin yang terjadi setiap lima tahun serta merupakan hal biasa. Untuk itu, kita harus berkontestasi dengan baik dan penuh menghadapi pemilu serentak nanti,” harap HNW.

Ketua MPR RI 2004-2009 ini juga mengharapkan agar seluruh anak bangsa tidak pesimis menghadapi pemilu serentak mendatang. Malah dia menyebut, kontestasi yang terjadi kali ini akan mendewasakan rakyat Indonesia. “Sudah sekian Pemilu seharusnya akan menjadikan kita semakin baik dan dewasa dalam berdemokrasi,” ucap HNW.

Menurut Hidayat, Pemilu di Indonesisa mempunyai rujukan yang kuat, yaitu ada dalam UUD NRI Tahun 1945. Dengan dasar hukum yang kokoh seharusnya masalah-masalah yang ada sudah selesai.

Dia sepakat, pada Pemilu 2019 harus tercipta suasana damai. Untuk menciptakan suasana yang damai, tidak hanya ditekankan pada kontestan Pemilu, partai politik dan Capres-Cawapres tetapi juga pihak lain juga diharapkan melakukan hal sama. “Bisa jadi yang menghadirkan suasana tak damai bukan kontestan Pemilu namun pihak ketiga.”

Untuk menciptakan suasana damai, Hidayat mengharapkan agar media massa jangan menjadi tim sukses pada salah satu pihak peserta Pemilu. Bila hal tersebut yang terjadi dikhawatirkan media massa akan menulis berita tidak sesuai dengan fakta.

Karena itu, Hidayat meminta tidak hanya media massa berlaku adil tetapi juga aparat keamanan yang menjadi bagian dari pemerintahan melakukan hal serupa. Bila adil, salah satu azas Pemilu yakni Luber Jurdil, tercipta maka Pemilu damai yang diinginkan terwujud.

Hidayat juga meminta agar kritik yang dilontarkan masyarakat kepada pemerintah jangan diartikan sebagai menyebar kebencian atau hoaks. Bila ada kritik, disarankan kritikan yang ada dibalas dengan argument yang lebih kuat. “Bila kritik dianggap hoaks, itu justru yang akan membikin resah.”

Sementara itu, Hasan Sadzily mengatakan, pemilu adalah mekanisme yang biasa dalam demokrasi. Mekanismenya diatur dalam konstitusi.
Pemilu untuk mengatur sirkulasi kekuasaan setiap 5 tahun sekali.

Cara ini disebut politisi muda Partai Golkar ini paling beradab. Dalam sirkulasi kekuasaan lewat pemilu, semuanya dituntut berpikir jernih dalam memilih pemimpin.

Dia menyebut Pemilu sebagai sarana untuk berlomba dalam kebaikan. “Sarana untuk ‘fastabiqul khairat. Bila ini terjadi maka kekhawatiran yang ditakutkan, yakni perpecahan, tidak akan terjadi.”

Sama seperti Hidayat, dia mengatakan, bangsa ini sudah memiliki pengalaman berdemokrasi yang panjang. Disebut Pemilu 1999, 2004, 2009, dan 2014, semua berlangsung dengan lancar.

Pemilu mendatang yang berbeda dengan Pemilu sebelumnya hanyalah pelaksanaan pilpres berbarengan dengan pemilu legislatif. “Jangan gara-gara Pemilu kita terpecah,” harap laki-laki berdarah Banten ini.

Sedangkan Ady Prayitno menyebut, pemilu bukan perang antaragama, suku, dan golongan. Cukup sudah bila ada konflik seperti itu. Karena itu, dia meminta pemilu sebagai pesta demokrasi yang disambut dengan baik. “Jangan sampai Pemilu membuat kita tak produktif.”

Dalam Pemilu, kata dia, rakyatlah sebagai penentu yang menjadikan atau menggagalkan seseorang pemimpin. Itu yang menyebabkan peserta pemilu selalu mendekati rakyat. “Agar disebut dekat dengan rakyat, Caleg dan Capres melakukan blusukan.”

Diungkapkan, demokrasi pasca reformasi membawa berkah bagi seluruh rakyat. Pada masa lalu, untuk menjadi Presiden biasanya berasal dari garis keturunan orang yang pernah menjadi Presiden. “Sekarang siapa saja bisa menjadi pemimpin,” demikian Ady Prayitno. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *