Hikayat Si Raja Kecil yang Busuk Hati

  • Whatsapp

Oleh:
Rudi S Kamri

Untuk menunjang profesi saya sebagai seorang trainer SDM saya harus belajar dan menguasai ilmu tentang garis wajah (Fisiognomi). Terkait dengan itu, saya bisa dengan mudah membaca gurat wajah seseorang yang dikaitkan dengan karakter, sifat dan kepribadiannya. Sifat dan kepribadian adalah cerminan dari suara hati yang sebenarnya.

Tapi anehnya untuk membaca wajah Gubernur DKI Jakarta yang sekarang ternyata tidak perlu bekal menguasai ilmu Fisiognomi. Karena tarikan, gurat wajah, sorotan matanya terlalu kuat dan terlalu mudah untuk dibaca oleh siapapun yaitu wajah seorang yang culas dan jahat hati.

Dari gesture tubuh dan tarikan pipi serta lirikan matanya konfirm dia adalah seorang pendendam, licik dan ambisius. Dia terbukti menggunakan segala cara untuk mendapatkan kursi Gubernur. Bahkan pada Pilkada 2017, dia tidak risih menggunakan ayat dan mayat untuk dimanipulasi menjadi alat sentimen untuk menjatuhkan pesaingnya. Intinya dia tidak segan menggunakan segala cara untuk memanipulasi kebenaran.

Suka menyebar janji palsu, inkonsisten, tidak punya etika dan tidak pernah punya komitmen adalah ciri khas Gubernur DKI Jakarta saat ini. Modalnya hanya olahan kata untuk membius para pengikutnya yang kebetulan hampir semua punya tingkat kewarasan yang perlu dipertanyakan. Karena logikanya kalau orang waras pasti memilih orang yang bisa kerja dibanding orang yang hanya bisa berkata-kata, bukan ?

Kredo pemimpin harus seiman adalah manipulasi agama untuk kaum idiot. Padahal kenyataanya partai Islam yang biang rasisme saja juga mengusung calon yang beragama non muslim di beberapa daerah. Jadi kepekokan berjamaah ini dengan sukses dimanfaatkan oleh orang- orang jahat seperti Gubernur DKI Jakarta yang sekarang.

Orang dengan garis wajah yang jahat itu tidak bisa ditutupi dengan topeng apapun. Meskipun dia tersenyum atau memberi perhatian kepada orang lain pun pasti tampak dengan jelas ketidaktulusan dan ketidakikhlasan yang terpancar kuat. Selalu ada kepentingan pribadi di setiap langkah si wajah licik ini.

Jadi kita tidak usah kaget, kalau si Gubernur yang busuk hati ini terbaca dengan jelas punya dendam pribadi dengan Ahok dan Jokowi. Hampir semua peninggalan kerja Ahok dan Jokowi ditelantarkan atau tidak dilanjutkan. Sebagai contoh Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) peninggalan Ahok ditelantarkan dan normalisasi sungai ciliwung dan program lainnya yang menjadi agenda Pemerintah Pusat juga digergaji dan dihentikan dengan berbagai dalih dan alasan yang sesat.

Dalam menangani masalah banjir besar yang saat ini terjadi di Jakarta pun dia tetap tidak mau rendah hati atau instrospeksi diri. Dalam bencana yang jelas-jelas dia salah besar tidak ada antisipasi penanganan banjir (seperti dia tidak menghidupkan seluruh pompa air yang ada), dia tetap bergeming tidak merasa bersalah. Dia tidak mau mengakui kalau program naturalisasi sungai yang dia gagas telah gagal total karena hanya sekedar wacana tanpa ada program aksi. Bahkan ujaran Presiden Jokowi tentang kebiasaan membuang sampai yang menjadi salah satu kontribusi banjir pun dia lawan dengan narasi yang meledek tanpa etika.

Untuk penanganan bencana banjir di Jakarta saat ini yang terlihat justru peranan Pemerintah Pusat. Ada Kementerian PUPR, BNPB, Basarnas, TNI, Polri dan pada relawan. Bahkan Presiden Jokowi pun turun langsung ke lapangan seperti mengecek rumah pompa di Muara Baru Pluit Jakarta Utara. Tidak tampak menonjol peranan aparat Pemda DKI Jakarta. Intinya Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah gagal total melakukan tugasnya untuk mengantisipasi dan menanggulangi bencana banjir.

Itulah kenyataannya. Jakarta telah melakukan kesalahan fatal dalam memilih pemimpinnya. Pemimpin yang satu ini tidak mempunyai nawaitu untuk melayani rakyat dan menjalankan perintah atasannya (Presiden). Dia tampak mempunyai agenda sendiri untuk melompat dari raja kecil menjadi raja besar di Pilpres 2024. Karena jabatan Gubernur hanya digunakan sebagai batu loncatan, jangan harap dia akan menjadi pemimpin yang amanah buat rakyat Jakarta.

Suka tidak suka si licik ini sudah menjadi keniscayaan sejarah menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dengan catatan rekam jejak kinerja yang super minus, sebaiknya kita merapatkan barisan agar si licik yang buruk rupa ini tidak menjadi raja besar untuk Indonesia.

Mari kita bayangkan, kerusakan yang akan terjadi untuk Indonesia kalau kita biarkan si licik ini merajalela. Miris !!!

Salam SATU Indonesia
03012020

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *