SURABAYA, Beritalima.com – Anggota DPRD provinsi Jatim Hikmah Bafaqih mempertanyakan keputusan Menteri keuangan Sri Mulyani yang tidak menanggung anggaran untuk guru honorer dan PPPK.
Karena jumlah guru honorer maupun PPPK sangat banyak, hampir semua SMA Negeri maupun SMK Negeri memiliki tanggungan guru honorer dan PPPK. Guru yang berstatus ASN sangat sedikit.
Sementara seandainya guru honorer dan PPPK ditiadakan, bisa dipastikan sekolah-sekolah tidak memiliki guru lagi.
“Terkait guru honorer, jika Sri Mulyani mengatakan bahwa guru honorer bukan menjadi tanggungan negera, itu kan karena Menpan RB mengambil kebijakan September 2025 sudah tidak ada lagi guru honorer, semua harus di P3K. Cuman pertanyaannya, apa maka mungkin itu bisa selesai di September tahun ini?,” sela wakil ketua komisi E DPRD provinsi Jatim ini.
Ketua Perempuan Bangsa Jatim ini mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut harus dipertanyakan lagi. Mungkin bagus karena akan mengurangi beban negara.
“Cuma kan begini, P3K yang diajukan sesuai dengan analisis jabatan oleh kami, misalnya BKD Provinsi Jawa Timur. Kalau misalnya jadi dan penempatan gaji mereka itu masuk ikut DAU (Dana Alokasi Umum) transfer dari pusat. Nah ini kan tidak ada gelondongan khusus untuk gaji guru. Kalau ada gelondongan khusus kayak zaman dahulu kala, ‘sak meneh’ pegawai, ‘sak meneh’ gajine guru P3K dan guru honorer. Semua jadi mudah, tidak ada konflik,” tukasnya.
Menurut Hikmah, kalau daerah itu memiliki APBD besar tidak masalah, bagi daerah “gemuk” dengan kebutuhan pegawai sangat tinggi kayak Blitar itu bagus.
“Tapi kalau sekarang kadang itu di cukup-cukupkan, termasuk gaji pegawai. Itu membuat kami berpikir, setiap tahun kita akan limit pengangkatan P3K ini sesuai dengan kemampuan keuangan kita, itu satu. Yang kedua gaji pegawai itu enggak boleh lebih dari 30% APBD,” tegasnya.
Hikmah menyebutkan saat ini APBD Jawa Timur itu sudah 29 persen untuk unsur gaji pegawai. Apakah karena kebanyakan? Bukan karena pegawainya banyak, masih banyak honorer yang harus
digaji.
“Bagaimanapun kalau misalnya enggak ada honorer, ada banyak sekolah yang enggak punya guru. Baik di SMA maupun di SMK. Kalau guru honorer dan P3K tidak
menjadi tanggungan negara, lalu menjadi tanggungannya siapa? kami kan enggak boleh lagi menggaji mereka, di SK Gubernur kalau kemudian Sekolah Negeri misalnya butuh guru X Karena P3K-nya enggak ada guru itu gajinya dari mana?,” tandasnya .
Nah itu harus dipikirkan. Enggak masalah kalau itu diberlakukan kebijakan, berarti sekolah-sekolah boleh mengutip, boleh meminta SPP dari masyarakat, atau orang tua murid. Ini akan jadi beban bagi masyarakat. Karena saat ini kebutuhan pokok semakin naik, kebutuhan masyarakat semakin banyak, sementara penghasilan semakin sulit.(Yul)