Beritalima.com ( Ketua Umum HIMPALA (Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Aceh) Syahril Ramadhan Jumat 10 Mei 2024.
memberikan kecaman yang cukup keras kepada Pemerintah Aceh, karena dinilai telah abai terhadap kondisi tata kelola keuangan Pemerintah Aceh.
Hal ini terungkap dalam Podcast peHTem yang mengundang Ketua Umum HIMPALA sebagai narasumber.
Syahril atau yang biasa disapa dengan Ariel Peusangan mengungkap bahwa kasus demi kasus yang lahir kepermukaan hukum di Aceh dalam bentuk bantuan hibah pemberdayaan ekonomi masyarakat Aceh, korban konfiik, mantan kombatan dan tapol napol di Aceh tidak terlepas dari pembiaraan Kepala Daerah, unsur TAPA dan Bappeda Aceh.
Hal ini dapat terlihat dari hampir setiap tahun ada saja temuan lembaga auditor baik itu Inspektorat Provinsi Aceh maupun Badan Pemenksa Keuangan Provinsi (BPKP) Aceh. Ambil contoh, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Aceh telah 3 tahun berturut turut mulai tahun 2022 sampai saat ini menghentikan (moratonum) kegiatan pengadaan benih ikan dengan menolak semua usulan pokok pikiran (Pokir) anggota DPRA dalam bentuk Nomenklatur pengadaan benih ikan di dinas tersebut karena ada rekomendasi BPKP Aceh dari temuan audit.
Syahril juga menduga bahwa banyak unsur kesalahan yang dimulai dari hulu ke hilir dalam mengusul program tersebut. Salah satunya adalah tidak terverifikasi kelompok yang diusulkan.
Bahkan ia menduga bahwa seperti telah menjadi rahasia umum adanya penumpang gelap pada saat pembahasan anggaran maupun pada saat revisi atau rasionalisasi anggaran yang telah diperiksa Mendagri.
Modus bancakan anggaran ini memang bukan hal baru dalam tata kelola keuangan Aceh menurut dia. Kejahatan amprah cash melalui dokumen formal setiap SKPA dalam bentuk bantuan hibah pengadaan barang menjadi salah satu kegiataan rubn SKPA yang menampung kapling anggaran Pokir DPRA.
Kecam Realisasi Tanpa Membangun Tata Kelola dan Tata Niaga Produktivitas Komoditi
Menurut Ariel Pemerintah Aceh harus mengedepankan kepentingan Daerah dengan membangun tata kelola keuangan yang baik sehingga memenuhi prnsip-pnnsip good governance yang diharapkan.
Karena menurutnya Ini adalah program pemberdayaan ekonomi, maka selain tata kelola keuangan Pemerintah yang baik. juga harus dikuti dengan membangun integrasi tata niaga produksi masyarakat, sehngga bak gayung bersambut semua bentuk bantuan tersebut menjadi daya dukung pengembangan masyarakat penenma bantuan.
Bagaimana pola pemberdayaan ekonomi masyarakat tanpa suatu integrasi tata niaga produksi, dimana pada setiap produktivitas barang harus terbentukya supplai chain” ketus dia.
Semua bentuk bantuan hibah barang atau komoditi untuk pemberdayaan Pemerintah akan menjadi sia-sia tatkala tidak terbentuknya tata niaga produktivitas barang dan jasa.
Namun tanpa membenahi tata kelola keuangan dan membangun tata niaga ekonomi di Aceh, jangan berharap segala bentuk bantuan hibah barang atau komoditi untuk pemberdayaan ekonomi di Aceh akan menjadi daya dukung produktivitas ekonomi Daerah Aceh.
Malah sebaliknya, kegiatan anggaran yang dilakukan dengan prinsip ketidaklayakan dan ketidakpatutan serta tidak berdasarkan kebutuhan dari daya dukung infrastruktur, serta suprastruktur akan menjadikan program tersebut tidak berbekas.
“Kami mengecam keras Pemerintah Aceh yang terkesan melakukan pembiaran dan tidak pernah membenahi tata kelola keuangannya dan membangun integrasi tata niaga dalam setiap sentuhan program Pemerintah Aceh”.
Seharusnya Pemerintah Aceh benar-benar bekerja dengan hatinya (Kecerdasan Emosional/ IA) melihat kondisi Aceh yang selalu bertengger di posisi terbawah dalam statistika kemiskinan di Sumatera. Dan Pemerintah Aceh diharapkan bekerja dengan otaknya (Kecerdasan Intelektual/ I0) dalam menciptakan terobosan program-program inovatif pro rakyat untuk menjadi solusi jangka panjang mengejar ketertinggalan Aceh dari Daerah lainnya, harapnya.”(**)