SAMPANG, Beritalima.com | Desa Baturasang, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang, Madura, menerima program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) tahun 2025 berupa saluran irigasi.
Program senilai Rp195 juta dari APBN ini seharusnya dikelola secara swakelola oleh Kelompok Himpunan Petani Pemakai Air (Hippa) Kapasan Jaya. Sedangkan proyek tersebut mulai dikerjakan pada Kamis (21/08/2025).
Namun hasil penelusuran di lapangan menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan. Pekerjaan galian dan pasangan batu pondasi tidak terlihat jelas, susunan batu saluran tampak asal-asalan dan minim isian, sehingga diduga tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Lebih mencengangkan, proyek yang semestinya menjadi kewenangan penuh kelompok Hippa Kapasan Jaya justru diduga dikuasai pihak ketiga.
Hal ini dibenarkan oleh Nahruddin, Ketua P3-TGAI Kapasan Jaya. Ia mengaku hanya dipinjam namanya untuk kepentingan administrasi, tanpa pernah dilibatkan dalam pengelolaan maupun penggunaan anggaran.
“Iya, memang benar itu lokasi Hippa kami, tapi saya hanya diatasnamakan saja. Bukan kelompok yang mengelola, ada pihak lain yang nge-sub. Bahkan orang yang punya program proyek sendiri langsung koordinasi ke pihak yang ambil sub,” ungkap Nahruddin, Rabu (20/08/2025).
Ia menambahkan, meskipun pencairan tahap pertama senilai Rp136,5 juta telah dilakukan, dirinya tidak tahu-menahu soal arus uang maupun pelaksanaan teknis pekerjaan.
“Kalau dana pusat itu Rp195 juta. Tapi setelah cair, saya tidak tahu berapa yang turun ke bawah, karena langsung diurus pihak yang nge-sub proyek,” tegasnya.
Hingga kini identitas pihak yang menguasai proyek masih misterius. Tim investigasi Beritalima.com masih melakukan penelusuran untuk mengungkap siapa aktor utama di balik pengelolaan anggaran ratusan juta ini.
Program P3-TGAI sejatinya dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui sistem swakelola, tanpa campur tangan kontraktor. Jika benar proyek di Desa Baturasang ini telah disubkontrakkan, maka jelas terjadi penyimpangan mekanisme yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Kondisi ini mendesak Dinas PUPR Sampang, BBWS Brantas, hingga Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun tangan melakukan investigasi. Publik menunggu transparansi dan akuntabilitas agar dugaan penyalahgunaan program ini bisa terungkap terang benderang. (FA)






