JAKARTA, Beritalima.com– Wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Barat, drh Slamet mempertanyakan kenapa Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) begitu ngotot dan memkasakan diri mencetak 30.000 hektar lahan persawahan di areal gambut, ‘Food Estate’ di Kapuas dan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Soalnya, kata anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi Pertanian dan Kehutanan itu, langkah yang dilakukan Jokowi ini membuat khawatir berbagai pihak sebab wilayah Kapuas dan Pulang Pisau pernah punya cerita kelam yakni kegagalan mega proyek Pembukaan Lahan Gambut (PLG) satu juta hektar era Orde Baru.
Slamet kepada Beritalima.com, Kamis (17/9) mengatakan, pengertian ketahanan pangan tidak lepas dari UU No: 18/2012 tentang Pangan. UU itu menyebutkan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan serta budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, produktif secara berkelanjutan.
“Kalau hanya untuk memenuhi pangan dalam negeri, saya pikir tidak perlu membuka lahan baru atau tidak usah melanjutkan program Food Estate yang diprogramkan di Kapuas dan Pulang Pisau. Lebih baik Pemerintah mengoptimalkan lahan pertanian yang sudah dikelola masyarakat dengan perlindungan dan pengakuan lahan mereka, serta pengembangan infrastruktur sawah yang ada,” tegas Slamet.
Dikatakan, dari analisa Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan Kerangka Sampel Area (KSA) dengan luas panen 8,99 juta hektare, produksi Januari-September diperkirakan mencapai 46,9 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), setara 26,91 juta ton beras. Untuk konsumsi periode itu diperkirakan 22,28 juta ton. Jadi, bila produksi dikurangi konsumsi Januari-September, produksi masih surplus sekitar 4,6 juta ton.
Slamet menuturkan, banyak wilayah lumbung pangan yang hilang karena alih fungsi lahan dan dikelola korporasi. Karena itu, perlu perlindungan lahan pangan yang dikelola masyarakat. Sebab, hal itu akan menjadi langkah tepat dalam kedaulatan pangan maupun ketahanan pangan.
“Menjadi langkah yang salah apabila kita terus membuka lahan baru atau bahkan mengkonversi lahan gambut, tetapi pada sisi yang lain kita membiarkan lahan pangan yang dikelola masyarakat beralih fungsi menjadi perumahan, industri, dan hal lain diluar sektor non pertanian,” demikian drh Slamet. (akhir)