HNW Tak Setuju Ada Sanksi Buat Umat ke Masjid Saat Pandemi Covid-19

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai, survei yang dilakukan Komisi Nasional Hak Azazi Manusia (HAM) terkait wabah virus Corona (Covid-19) tendensius karena hanya ditujukan kepada Umat Islam.

Apalagi, ungkap HNW dalam keterangan pers yang diterima awak media, Selasa (12/5), survei tersebut juga menyertakan opsi sanksi sosial atau denda terhadap umat Islam yang berjamaah di Masjid saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti terjadi bulan Ramadhan tahun ini.

Menurut Hidayat yang juga anggota Komisi VIII DPR RI ini, survei tersebut sangat tendensius, melanjutkan pola Islamophobia dan ketidakadilan terhadap Umat Islam di Indonesia. Fakta, virus Corona bermula bukan dari komunitas Umat Islam, melainkan dari Wuhan, China. Sebelum sampai ke Indonesia, virus tersebut sudah menyebar di Eropa, AS dan negara-negara lain, yang mayoritas penduduknya non muslim.

Dalam konteks Indonesia, kata HNW, Covid-19 penyebaran pertamanya tak terkait dengan komunitas Umat Islam maupun Masjid, melainkan dengan orang Jepang di cafe. Kemudian penyebaran Covid-19 di Indonesia tidak hanya terjadi di masjid, tapi juga gereja, moda transportasi, pabrik, pasar, dan tempat keramaian lain.

“Komnas HAM harusnya menghormati HAM Umat Islam, berlaku adil, dan tidak tendensius, melanjutkan pola islamophobia dengan hanya mensurvei Umat Islam dan menanyakan sanksi bagi umat yang tetap beribadah di masjid. Namun, tidak menanyakan sanksi bagi komunitas agama dan profesi lainnya, kalau mereka tidak melaksanakan aturan terkait Covid-19. “Faktanya penyebaran Covid-19 tidak membedakan latar belakang agama, ras, suku, usia maupun status ekonomi dan profesi” kata HNW.

Agar fair dan adil, ungkap HNW, mestinya ketika membuat survei Komnas merujuk pada aturan PSBB dalam pasal 13 Permenkes 9/2020 bahwa pembatasan sosial bukan hanya di masjid, tapi harus dilakukan pada setiap kegiatan keagamaan, di fasilitas umum, kegiatan sosial budaya, dan aktivitas moda transportasi.

Karena itu, tidak adil dan tidak dapat dijadikan solusi jika Komnas HAM berlaku diskriminatif, dan tendensius dengan hanya menanyakan sanksi untuk Umat Islam yang masih beribadah di masjid. Dan tidak menanyakan Umat beragama lainnya. Karena faktanya kegiatan di tempat ibadah yang lain juga bisa menjadi klaster penyebaran Covid-19.

HNW mencontohkan, salah satu klaster awal penyebaran Covid-19 di Jawa Barat justru datang dari kegiatan gereja, yakni Persidangan Sinode Tahunan GPIB di Hotel Aston Bogor (28/2) dan seminar keagamaan GBI di Lembang, Bandung (3/3), Seminari Gereja Bethel di Jakarta, Gereja di Surabaya.

Selain itu ada juga kegiatan non-keagamaan yang turut berkontribusi, seperti Musyawarah Daerah Hipmi Jawa Barat di Karawang (9/3) dan aktivitas pabrik rokok Sampoerna di Surabaya, di sana terdapat 65 orang karyawan yang positif Covid-19. Yang terbaru, penyebaran Covid-19 di KRL sehingga diminta stop beroperasi oleh Gubernur DKI dan Gubernur Jabar, sekalipun ditolak oleh Menteri Perhubungan.

“Kita ingin semua umat beragama, seluruh profesi dan semua pihak disiplin, laksanakan protokol Covid-19 sehingga selamat dari Corina. Bila mereka melanggar aturan, maka ditegakkanlah aturan itu secara adil, tidak secara tendensius, tebang-pilih dan diskriminatif,” kata politisi senior ini.

Karena itu Hidayat meminta untuk berhenti berlaku tak adil, framing umat Islam dan Masjid seolah-olah sebagai satu-satunya pihak yang tak taat aturan sehingga layak diberikan sanksi. Hanya mereka yang merupakan klaster penyebar Covid-19, karena hal seperti itu selain tidak sesuai fakta dan tidak memenuhi rasa keadilan, justru menghadirkan kegaduhan serta kegelisahan yang bisa menggerus imunitas Umat, sehingga rentan tertular Covid-9.

“Sikap tendensius itu juga bisa jadi bentuk mengalihkan kita dari klaster lain penyebar Covid-19 seperti kegiatan berkerumun lainnya yang juga terbukti menjadi pusat penyebaran.”

Sebagaimana diketahui, Komnas HAM mengadakan survei daring pada 29 April-4 Mei 2020. Hasilnya adalah 99 persen responden memahami risiko berjamaah di tempat ibadah, 95 persen responden mematuhi himbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kemenag agar beribadah di rumah, dan 70,8 persen respondens menyampaikan perlu adanya sanksi terhadap Umat Islam yang tetap beribadah di rumah ibadah selama bulan Ramadhan. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait