JAKARTA, Beritalima.com | Polemik yang timbul dari Surat Staf Khusus Presiden kepada para camat, mengundang respon berbagai pihak. Sebagaimana informasi yang diketahui sebelumnya, bahwa Staf Khusus Presiden Andi Taufan Garuda Putra (sering disebut sebagai Stafsus Milenial) telah mengeluarkan surat berkop Sekretariat Kabinet yang ditujukan kepada para camat, terkait dengan permintaan dukungan kepada perusahaan yang dia pimpin (PT. Amartha Mikro Fintek) dalam kegiatan sosialisasi Covid 19. Dua minggu setelah dikeluarkan, foto surat ini muncul ke publik dan menjadi polemik. Karena polemik tersebut, Andi Taufan menarik surat tersebut, dan meminta maaf.
Alan Christian Singkali (Direktur Pendidikan – Institute for Action Againts Corruption/ IAAC), mengapresiasi permohonan maaf Andi Taufan Garuda Putra, namun menurutnya proses evaluasi harus tetap berjalan sesuai mekanisme yang berlaku bagi pejabat publik.
“Kami menilai ada konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam surat itu. Stafsus yang adalah kawan diskusi Presiden harusnya tidak mempunyai kewenangan eksekusi, apalagi menjadikan perusahaan yang dia pimpin sebagai mitra tanpa prosedur yang jelas,” ungkap Alan di Salatiga pada hari Rabu (15/4).
IAAC mengingatkan bahwa dalam kaitannya dengan penanggulangan Covid-19, walaupun kita sedang menghadapi kondisi darurat, namun logika hukum harus tetap dikedepankan. Pernyataan Presiden, terkait ancaman hukuman berat bagi pelaku korupsi dana penanggulangan Covid-19 harus didukung. Korupsi yang dimaksud oleh UU termasuk juga mal-administrasi dalam prosedurnya.
“Meskipun Andi Taufan mengaku tidak berniat menggunakan APBN/APBD, namun pengumpulan dana publik (donasi) dengan instruksi kepada camat dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum tindak pidana korupsi,” terang Alan lagi, yang juga aktif di Partai Solidaritas Indonesia.
Alan yang merupakan alumni Universitas Hasanuddin Makassar ini juga mengingatkan hal yang sama kepada para pejabat lainnya yang berlatar belakang pengusaha. Jangan sampai menggunakan jabatannya untuk kepentingan diri dan perusahaannya. Hal ini akan merusak citra dan integritas pejabat dan juga Presiden yang mengangkat pejabat tersebut.
“Berdasarkan catatan kami, ada beberapa pejabat negara khususnya Menteri dan Staf Khusus Presiden, yang berlatar belakang pengusaha, antara lain Airlangga Hartanto, Luhut Binsar Pandjaitan, Prabowo Subianto, Eric Thohir, Bahlil Lahadalia, Nadiem Makarim, Wishnutama, Adamas Belva Syah Devara, dan Andi Taufan Garuda Putra. Kami meminta setiap pejabat yang telah diberikan kepercayaan oleh Presiden untuk menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab. Mengutamakan kepentingan rakyat atau mundur jika tidak dapat melakukannya,” ujar Alan.
Banyak contoh yang dapat kita ambil semisal David Blunkett (Menteri Dalam Negeri Inggris) yang mengundurkan diri karena ketahuan membantu pengurusan visa kerja pembantu pacarnya. Selain itu Yuko Obuchi (Menteri Perdagangan dan Industri Jepang) mengundurkan diri karena ketahuan mentraktir makan para relawannya dengan anggaran negara.
“Oleh karena itu, demi menjaga integritas jabatan staf khusus milenial Presiden serta menjaga nama baik dan spirit milenial yang jujur dan revolusioner, saya meminta Andi Taufan Garuda Putra agar mundur dari jabatannya,” tegas Alan yang juga mahasiswa pascasarjana UKSW Salatiga ini.
“Pesan khusus bagi kaum milenial dari IAAC agar terus mengedepankan integritas dan kejujuran, membudayakan rasa malu berbuat salah (siri’ na pacce, dalam budaya Sulawesi Selatan), serta jangan takut kehilangan jabatan jika memang harus kehilangan jabatan,” pungkasnya.
_Alan Christian Singkali (Direktur Pendidikan – Institute for Action Againts Corruption/IAAC)_