KUPANG, beritalima.com – Senator Ibrahim Agustinus Medah mengatakan, penyumbang utama kemiskinan di Nusa Tenggara Timur adalah sektor pertanian. Karena itu masalah pertanian ini harus menjadi prioritas untuk dilakukan pembenahan, baik lahan pertanian maupun masalah air.
Ibrahim Medah mengatakan hal itu kepada wartawan di Kupang, Minggu (8/4/2017).
“ Ada beberapa faktor mendorong saya kembali menjadi calon gubernur, yaitu pertama adalah masalah kemiskinan yang ada di NTT, yang menyebabkan masyarakat NTT berbeda jauh dengan provinsi lainnya. Faktor lainnya adalah saya paham sekali tentang kondisi NTT, yaitu penyebab kemiskinan, dan bagaimana cara mengatasinya,” katanya.
Mengapa masalah pertanian menjadi sasaran utamanya, karena penduduk NTT sekitar 80 persen hidup di sektor pertanian. “ Jadi kemiskinan ini penyebab utamanya ada di sektor pertanian. Jika sektor pertanian berhasil maka 80 persen penduduk yang di sektor ini mestinya berhasil. Tapi karena tidak berhasil sehingga sektor pertanian menjadi penyumbang kemiskinan terbesar di NTT”, kata mantan Ketua DPRD NTT periode 2009 – 2014 ini menambahkan.
Mantan Bupati Kupang dua periode ini mengatakan, persoalan utama di sektor pertanian adalah masalah air. Selain itu, luas lahan masyarakat petani selama ini belum ada peningkatan. Di mana luas lahan yang diolah rata – rata baru mencapai kurang lebih setengah hektar. Bahkan BPS melaporkan hal yang sama. “ Kalau saya jadi gubernur maka di sektor pertanian yang harus diselesaikan. Kalau mau sektor pertanian ini memecahkan maka sektor ini dibenahi dengan baik. Dan, pembenahan utama adalah air dan lahan”, ujarnya.
Karena itu, langkah dilakukannya mengalokasikan sebesar 10 persen dari APBD untuk menangani masalah air dan lahan pertanian, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.
“ Alokasi 5 persen untuk masalah air, 5 persen lahan pertanian, tanpa mengorbankan di sektor lain, yaitu dengan merasionalisasi APBD. Maksudnya rasionalisasi kita lakukan penghematan untuk pengeluaran – pengeluaran, seperti program – program studi banding. Kalau dilakukan rasionalisasi bisa efesiensi di diatas 10 persen,” ujarnya.
Setelah masalah air dan lahan pertanian sudah dibenahi dengan baik, lanjut Medah, maka langkah selanjutnya adalah menyiapkan tenaga pendampingan yang profesional sesuai dengan bidangnya. Tenaga pendampingan ini diambil dari pegawai non struktural di kantor – kantor, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
“ Kalau APBN jabatan – jabatan fungsional terbatas maka diambil dari APBD. “ Kita bikin tenaga tenaga fungsional APBD. Tenaga fungsional APBD ini kita drop ke desa – desa menjadi pendamping di masyarakat.Tentunya dibekali dengan pengetahuan sesuai dengan keahliannya”, katanya.
Ia meyakini pegawai yang menjadi tenaga pendampingan di desa akan tertarik, sebab jabatan tenaga fungsional yang mereka miliki maka pengurusan kenaikan pangkat akan mudah.
“ Kalau non struktural di kantor tanpa jabatan fungsional naik pangkatnya susah. Tapi kalau dengan jabatan fungsional dua tahun sekali bisa naik pangkat asalkan kredit point mereka bagus,” ujarnya.
Hal ini menguntungkan bagi mereka, sebab selain mendapatkan tunjangan fungsional, juga dari segi kenaikan pangkat mendapat prioritas kalau mereka bekerja dengan sunguh – sunguh,” jelasnya.
Selanjutnya, dia mengataka, jika masalah pertanian ini sudah dibenahi dengan baik, di mana air, lahan pertanian dan tenaga pendampingan profesional sudah ada pasti hasil pertanian berlimpah.
Untuk itu langkah selanjutnya kata Iban Medah, membangun home industri. “ Katakanlah ubi ungi untuk pangan ternak, maka masyarakat sendiri yang mengolahnya. Sehingga kalau ada investor yang lebih besar bukan lagi mengambil bahan baku, tapi barang jadi. Maka inilah yang saya katakan petani jadi investor. Mereka yang menanam dan mereka juga yang mengolahnya,” kata Medah. (L. Ng. Mbuhang)