Ibu, Pondasi Spirit ‘CINTA’ Dalam Pendidikan Anak

  • Whatsapp

Momentum hari Ibu 22 Desember, tentunya menjadi Refleksi betapa besarnya peran seorang ibu dalam kelangsungan generasi bangsa. Dalam Islam, sebuah hadis menjelaskan posisi penting Wanita (seorang ibu) bagi negara, yaitu bahwa ‘Wanita adalah tiang suatu negara, apabila wanitanya baik maka negara akan baik dan apabila wanita rusak maka negara pun akan rusak’.

Pentingnya peran wanita disebabkan karakter psike (jiwa) wanita yang memiliki empati tinggi. Empati tersebut menjadi landasan bagaimana seorang wanita tetap memiliki kepedulian menjaga anak-anak maupun generasi bangsa, terutama pendidikan. Oleh sebab itu, tulisan ini kemudian merumuskan sebuah bangunan spirit ‘CINTA’ yang menjadi pengejawantahan peran kaum ibu dalam penguatan pendidikan anak bangsa.

Spirit ‘CINTA’ tersebut bukan semata perwujudan afeksi atau kasih sayang, melainkan merupakan sinergitas kata: Care, Integrity, Nimble, Touch, Advice, yang terinternalisasi dan teraplikasikan oleh kaum ibu dalam pendampingan pendidikan anak.

Pertama adalah ‘Care’, yaitu pentingnya kepedulian seorang ibu terhadap perkembangan pendidikan anaknya. Mengapa begitu? Karena seorang ibu atau seorang wanita, terbukti berhasil menjalankan peran ganda, yaitu sektor publik dan domestik sekaligus. Banyak riset yang menunjukkan bahwa perempuan lebih mampu memikul tanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya.

Kepedulian pada pendidikan juga berkaitan dengan penguatan modal sosial seorang anak di dalam keluarga. Oleh James Coleman (1988), disebutkan bahwa: “If the human capital possessed by parents is not complemented by social capital embodied in family relations, it is irrelevant to the child’s educational growth”. Makna orang tua yang dimaksud Coleman adalah dititikberatkan pada seorang ibu, bahwa jalinan modal sosial di dalam keluarga memiliki dampak pada pertumbuhan pendidikan anak.

Kedua adalah ‘Integrity’ atau integritas, yaitu keteguhan seorang ibu mendampingi pertumbuhan pendidikan anak. Tentunya, pertumbuhan tersebut berkaitan dengan tahapan Rabbani, yaitu proses belajar yang bertahap sesuai usia dan kemampuan anak.

Secara psikoanalitik, terdapat beberapa teori yang menjelaskan kedekatan ibu dengan anak, bahkan sejak dalam kandungan. Diantaranya teori maternal care oleh Sigmund Freud dan maternal preoccupation oleh DW Winnicott. Dalam hal ini, seorang ibu mengalami kebahagiaan atas hadirnya anak, sekalipun anak belum terlahir di dunia. Kemudian, rasa bahagia tersebut terjaga dalam bentuk keteguhan menjaga dan merawat anaknya dalam setiap perkembangannya.

Ketiga adalah ‘Nimble’, yaitu sebuah karakter ‘respon cepat’. Hal ini merupakan turunan dari karakter integritas, yaitu keteguhan ibu dalam menjaga anaknya, menjadikan seorang ibu selalu membangun respon cepat atas apapun yang dihadapi anaknya.

Hal ini merupakan pengejawantahan konsep ‘alpha function’ Wilfred Bion yang menjelaskan bahwa seorang ibu adalah sarana komunikasi pertama anaknya saat terlahir di dunia. Dengan begitu, seorang anak menjadikan ‘ibu’ adalah top of mind-nya, dan sebaliknya, sehingga keduanya saling memiliki kepekaan kuat.

Keempat adalah ‘Touch’ atau sentuhan. Sentuhan menjadi stimulus penting dalam pertumbuhan aspek kognitif, afeksi, dan motorik anak. Sentuhan juga menjadi penguat adanya perhatian yang terus terbangun dari ibu untuk anaknya. Dengan begitu, anak dapat merasakan penghargaan atas hadirnya dia di dunia.

Sentuhan yang dijalankan secara istiqomah oleh ibu untuk anaknya, tentunya menjadi penguat motivasi belajar anak.

Yang terakhir adalah ‘Advice’ atau nasehat. Dalam hal ini, seorang ibu adalah pondasi pesan-pesan kebajikan untuk terbentuknya kebijaksanaan anak. Dalam Islam, terdapat sebuah pesan yang sangatlah penting untuk diinternalisasi agar kita semua tetap menjaga ilmu dalam diri dan generasi penerus bangsa.

Dalam kitab Hilyah al-Auliya, Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib, berwasiat kepada muridnya, Kumail bin Ziyad: “Hati manusia itu bagaikan bejana (wadah). Oleh karena itu, hati yang terbaik adalah hati yang paling banyak memuat ilmu. Camkanlah baik-baik apa yang akan ku sampaikan kepadamu. Manusia itu terdiri dari tiga kategori, seorang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Seorang yang terus mau belajar, dan orang inilah yang berada di atas jalan keselamatan. Orang yang tidak berguna dan gembel, dialah seorang yang mengikuti setiap orang yang bersuara. Oleh karenanya, dia adalah seorang yang tidak punya pendirian karena senantiasa mengikuti kemana arah angin bertiup kehidupannya tidak dinaungi oleh cahaya ilmu, dan tidak berada pada posisi yang kuat.”

Jika seorang ibu senantiasa memberikan nasehat yang baik, yaitu agar anak tetap terjaga karakter mencari ilmu sehingga kehidupannya selalu dalam keselamatan.

Potret ibu yang memiliki karakter CINTA, yaitu Care, Integrity, Nimble, Touch, Advice, merupakan bentuk kesadaran bahwa seorang ibu adalah pemimpin.

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh HR Al-Bukhari, Muslim, bahwa: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas keluarga yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin di rumah majikannya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.”

Dengan begitu, ibu adalah pondasi dalam kehidupan anak-anaknya. Tatkala seorang ibu mampu menjaga anaknya dengan baik, maka sama halnya dia investasi terbentuknya satu atau dua anak bangsa yang mewarnai kebaikan generasi mendatang. Tentunya, generasi yang memiliki pendidikan dan moralitas yang baik untuk negeri ini.

Dr. Lia Istifhama, M.E.I., Ketua I STAI Taruna Surabaya

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait