SURABAYA – beritalima.com, Dr Solahudin SH MH, dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) dimintai pendapatnya soal penetapan tersangka dan bukti permulaan saat menjadi saksi ahli pada sidang lanjutan Praperadilan Gunawan Angka Widjaja dan Linda Anggriani alias Ong Pie Hwa melawan Polda Jatim.
“Definisi tersangka sangat jelas diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP bahwa tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.” ucapnya di ruang sidang Tirta 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Selasa (30/7/2019).
Selanjutnya kata Solahudin definisi tersangka dengan rumusan yang sama diatur pula dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
“Definisi bukti permulaan dalam Pasal 1 angka 21 Perkap No. 14 Tahun 2012 adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan.” lanjutnya.
Ditanya hakim Syamsuri apakah petunjuk dan keterangan terdakwa masuk dalam bukti permulaan sesuai Pasal 184 KUHAP.
Solahudin menjawab, KUHAP memang tidak menjelaskan lebih lanjut tentang definisi bukti permulaan, namun KUHAP secara jelas mengatur tentang alat bukti yang sah di dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP meliputi: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa.
“Dalam proses penyidikan hanya dimungkinkan untuk memperoleh alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, keterangan ahli dan surat. Sementara, alat bukti berupa petunjuk diperoleh dari penilaian hakim setelah melakukan pemeriksaan di dalam persidangan, dan alat bukti berupa keterangan terdakwa diperoleh ketika seorang terdakwa di dalam persidangan,” terangnya.
Dalam sidang praperadilan ini kuasa hukum Gunawan Angka Widjaja dan Linda Anggriani tidak mengajukan pertanyaan sama sekali pada saksi ahli, sebaliknya malah mengkritik soal identitas saksi ahli Polda Jatim yakni Pakar Hukum Pidana Chairul Huda yang tanggal lahirnya Oktober 2018 dimana secara formal masuk dalam bukti.
“Terlepas dari materi, didalam bukti identitas formal tanggal lahirnya Oktober 2018. Bagaimana penyidik menetapkan dia sebagai ahli dalam perkara ini sementara identitas formalnya tidak benar, ini hanya koreksi,” kata Petrus.
Menyikapi kritikan tersebut hakim tunggal Syamsuri menyarankan supaya kritikan tersebut dimasukkan dalam kesimpulan. (Han)