JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Idris Laena mengatakan, untuk pedoman atau arah perjalanan bangsa dan negara ke depan perlu kehadiran pokok-pokok haluan negara atau semacam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) zaman Orde Baru.
Namun, kata politisi senior partai berlambang Pohon Beringin ini, pokok-pokok haluan negara tersebut hadir tidak melalui amandemen UUD 1945 yang melahirkan TAP MPR RI.
Itu dikatakan wakil rakyat Dapil Provinsi Riau ini dalam Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema ‘Mungkinkah Amandemen Konstitusi Terwujud?’ yang digelar di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/11).
“Untuk memberi arah, Fraksi Partai Golkar setuju ada haluan negara. Namun, haluan negara tersebut lahir bukan melalui amandemen UUD 1845. Haluan negara tersebut lahir lewat undang-undang juga bisa,” ujar Idris.
Dingatkan, UUD 1945 adalah hukum dasar dan sumber dari semua hukum yang berlaku di Indonesia. “Kalau sering dirubah, berapa banyak UU nantinya yang harus direvisi. Jadi, Partai Golkar merasa perlu mengkaji terlebih dahulu soal memasukan haluan negara ke dalam UUD 1945 atau Ketetapan MPR RI,” kata dia.
Sebelum Reformasi, kata Idris, posis MPR itu adalah lembaga tertinggi negara. Pokokpokok haluan negara yang dulu disebut garis-garis besar haluan negara itu dibuat oleh MPR.
“Setelah itu, MPR mengamanatkan kepada presiden terpilih. Maka presiden dulu disebut dengan mandataris MPR. Sehingga menjalankan garis-garis besar haluan negara Itu,” papar Idris.
Persoalannya, kedudukan MPR, DPR, Presiden dan lembaga-lembaga tinggi negara lain itu kan sama. Sehingga tidak mungkin MPR membuat garis-garis besar haluan negara yang kemudian harus dilaksanakan oleh Presiden. Konsekuensinya dua, harus kembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Jika itu dilakukan konsekuensinya lagi, harus mengamandeman UUD 1945.
Menurut Idris, menyikapi hal tersebut Fraksi Golkar di MPR RI terus menggali pendapat masyarakat yang ternyata ada tiga kelompok masyarakat yang memberikan arah dan pendapatnya.
Ada yang justru menghendaki kembali kepada UUD 1945 asli. Ada pula yang menghendaki amandemen terbatas saja. Terbatas itu artinya cukup membuat pasal yang mengatur tentang perlunya garis-garis besar haluan negara. “Konsekuensinya berarti MPR harus menjadi lembaga tertinggi negara,” demikian Idris Laena. (akhir)