Ijasah Palsu di Mata Mbok Ginem Mbah Katiyem

  • Whatsapp
Ijasah Palsu di Mata Mbok Ginem Mbah Katiyem

Yogyakarta, beritalima.com| – Yogya Sabtu pagi (26/4) cerah. Apalagi di sekitar Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM). Sejauh mata memandang langit biru, seperti tanggap 5 hari lagi, ada sidang mediasi kasus ijasah palsu, yang katanya melibatkan salah satu alumnus dari Fakultas Kehutanan, angkatan 1980. Katanya dia orang yang berpengaruh di negeri ini. Seperti iklan produk berlabel “unlimited”.

Hari ini saya di Yogya, untuk napas tilas. Beberapa puluh tahun yang lalu pernah belajar silvikultur, teknologi benih, fisika kayu, tectona grandis, atau ekonomi kehutanan. Yang jelas, belajar tentang hutan, “fixed tropical hardwood” yang kaya dengan sumber daya hayati, flora fauna. Bukan “hutan rimba” politik kita yang gelap, ditutupi tajuk shorea leprosula.

Menurut Mbok Ginem, ijasah palsu itu seperti makan gudeg Yogya “ning mambu”. Berarti ada yang salah di bumbu rempah-rempah. Masak Gudeg itu soal hulu dan hilir. Dari bumbu, pawon hingga siap saji. Ini kuliner warisan agung dari leluhur.

Di mata Mbah Katiyem, jual jamu saja gak mungkin dipalsu, ini ijasah bukti kualitas diri kok palsu. Negeri ini harus belajar bagaimana meramu jamu “pahitan”, bukan beras kencur, kunir asem, atau “temu lawak”. Apalagi “temu kangen” yang kemudian mengekspose foto satu angkatan. Ini bukan soal pengakuan, ini tentang kepalsuan.

“Kebenaran tidak untuk didamaikan, tapi dipertaruhkan. Mediasi itu bahasa halus dari kolusi,” kata Mbah Katiyem (82).

“Gugatan Nomor 99 itu bukan peristiwa “goro-goro” seperti dalam pakem dunia wayang. Tak perlu menunggu Ki Dalang menggelar lakon “Semar Mbabar Jati Diri”. Ini pesan akan pentingnya budaya malu, di tengah jagad digital yang mubal dan kamanungsan,” tambahnya.

Kita ditegur sanepan, “Ojo cedhak, kebok gupak”. Ingat, Pak Pratikno, adalah orang dekat Pak Jokowi, mantan Rektor UGM (2012-2017).

Ingat Mbak Ginem, Mbah Katiyem, saya jadi rindu, Prof. Umar Kayam (1932-2002), seorang tokoh kebudayaan, sastrawan, dan Guru Besar di Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya) UGM, Yogyakarta. Dikenal karena karya-karyanya yang mencerminkan perhatian pada kehidupan “wong cilik”.

Oleh Agung Marsudi,  Bulaksumur, 26 April 2025

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait