SURABAYA, Beritalima.com
Mengikuti program pertukaran (exchange) ke luar negeri menjadi salah satu dambaan bagi setiap mahasiswa. Tak terkecuali Amelly, mahasiswa Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair).
Ia berkesempatan mengikuti pertukaran mahasiswa di The Catholic University of Korea (CUK) selama dua semester. Program tersebut merupakan bentuk kerja sama UNAIR dengan kampus yang berlokasi di Bucheon, Korea Selatan (Korsel), itu.
Kenalkan Indonesia Lewat Penelitian
Melly, sapaan akrabnya, sejak awal ingin mengenalkan budaya Indonesia di Korea Selatan. Penelitian menjadi jalur yang ia pilih sebagai langkah efektif mengenalkan budaya Indonesia.
“Jadi, salah satu goals aku sebelum balik adalah ingin membawa sesuatu memorable, seperti memperkenalkan Indonesia. Caraku adalah membuat artikel penelitian bersama dosen-dosen di sana tentang perpaduan makanan Indonesia dan Korea,” terangnya.
Melly melakukan penelitian kolaborasi dengan Dankook University. Ia bekerja bersama dengan Profesor Jung Heun Ha, salah seorang peneliti terbaik Dankook University.
“Aku bekerja sebagai peneliti bersama Prof Jung Heun Ha dan anggota tim lainnya dari Dankook University,” ujar Melly.
Bersama timnya, Melly meneliti aspek gizi dari perpaduan makanan Indonesia dan Korea Selatan, yaitu tempe dan yanggaeng. Ia memberikan sampel perpaduan yanggaeng dengan tempe kepada 50 mahasiswa Dankook University, tempatnya melakukan penelitian.
“Dari sampel tersebut kemudian datanya kami olah untuk melihat apakah mereka lebih suka original yanggaeng atau yanggaeng yang sudah ada ditambahkan tempe,” katanya.
Dari hasil penelitian itu, bersama rekan-rekannya Melly menulis dua artikel hasil penelitian. Tak tanggung-tanggung, artikel penelitian yang ia tulis itu berhasil terbit dalam jurnal terindeks internasional Scopus. Artikel pertama yang telah terbit berjudul Physicochemical Properties of Yanggaeng Added with Tempeh, sementara lainnya masih dalam proses.
“Hasil penelitian itu berhasil terbit di jurnal akreditasi Scopus, yaitu Preventive Nutrition and Food Science Journal dan Journal of The Korean Society of Food Science and Nutrition,” tutur Melly.
Siasati Kendala Bahasa
Meskipun berhasil mencapai targetnya selama program pertukaran, tetapi Melly juga sempat menghadapi kendala. Bahasa adalah salah satunya.
“Untuk tantangan mungkin salah satunya language barrier, ya. Mau enggak mau aku harus belajar bahasa Korea karena di sana bahkan pekerja publik pun mereka kebanyakan enggak bisa bahasa Inggris,” kata Melly.
Akan tetapi, kendala bahasa tidak lantas membuat Melly menyerah. Untuk menyiasati kendala itu, Melly mengikuti sekolah bahasa di Korean Language Education Center of CUK secara intensif setiap hari selama 2 semester.
Terlepas dari semua tantangan dan kendala, Melly bersyukur bisa mendapatkan kesempatan belajar di Negeri Ginseng itu. Ia berharap, pengalaman mengikuti pertukaran mahasiswa itu bisa menjadi titik awal kepercayaan diri dan motivasi yang lebih besar.
“Semoga ini bisa menjadi titik awal di mana akhirnya aku percaya kalau we are more than what we believe,” ucapnya.
Sementara itu, dari hasil publikasinya, Melly berharap apa yang telah ia teliti itu bisa bermanfaat dari sisi akademik. Di sisi lain, harapannya artikel yang ia tulis dapat sekaligus menjadi media untuk mengenalkan budaya kuliner Indonesia di mata dunia.
“Semoga hasil publikasi kami dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat. Terutama karena publikasi kami berkaitan dengan bahan makanan yang berasal dari Indonesia dan Korea,” harapnya.(yul)