Oleh : Anis Dwi Susanti
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’had Aly Al Hikam [email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model Learning Cycle terhadap peningkatan hasil belajar IPA siswa Kelas IV MI Ar-Roudloh Singosari Malang.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, yang dilaksanakan dalam dua siklus.
Populasi penelitian terdiri dari seluruh siswa kelas IV MI Ar-Roudloh Singosari yang berjumlah 13 siswa. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara, observasi, tes, dan dokumentasi. Ada dua jenis analisis data: analisis data kualitatif, yang melibatkan pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan; dan analisis data kuantitatif yang menggunakan rumus statistik.
Hasil belajar menunjukkan adanya peningkatan rata-rata dan ketuntasan belajar yaitu 53,8% dari prasiklus ke siklus satu dan 23,1% dari siklus satu ke siklus dua. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa model Learning Cycle berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa Kelas IVMI Ar-Roudloh Singosari Malang.
Kata Kunci: Model Learning Cycle; Hasil Belajar; Pembelajaran IPA
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu pilar yang menopang tegaknya suatu peradaban yang disebut bangsa. Eksistensi suatu negara sangat ditentukan oleh karakternya. Sebuah negara dengan kepribadian yang kuat bisa menjadi negara terhormat yang disegani oleh negara lain. Pendidikan Nasional mengembangkan keterampilan dan membantu membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hal tersebut di atas sesuai dengan fungsi pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 tahun 2003 bab I pasal I tentang sistem pendidikan nasional yang dijelaskan sebagai berikut:
“Pendidikan merupakan sebuah program yang terdiri dari beberapa komponen yang saling bekerja sama dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah peserta didik, guru, materi atau kurikulum, dan lain-lain. Peserta didik sebagai input pendidikan memasuki proses pembelajaran yang menimbulkan kegiatan belajar. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 20 tentang sisdiknas dirumuskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.”
Melihat pernyataan tersebut sangat jelas bahwa peserta didik harus diarahkan agar dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif.
Menurut pandangan konstruktivisme, belajar diartikan sebagai kegiatan yang aktif dimana peserta didik membangun dan mengkonstruksi sendiri pengetahuaannya. Peserta didik juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari. Guru berfungsi sebagai fasilitator antara ilmu dengan peserta didik. Sehingga guru hanya menjembatani proses transfer ilmu yang terjadi saat pembelajaran dan memberi semangat kepada peserta didik agar selalu aktif dalam belajar. Peran guru dalam tenaga pendidikan juga sangat penting. Guru bertanggung jawab untuk menentukan implementasi proses pembelajaran.
Keberhasilan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran bergantung pada model, metode, strategi dan teknik pembelajaran yang dipakai oleh seorang guru. Dalam pembelajaran juga terdapat hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik guna memperoleh pengetahuan, pengalaman, keterampilan yang baru.
Guru harus mengubah pembelajaran biasa dengan kegiatan pembelajaran aktif dan kreatif yang lebih menekankan pada kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan tidak berpusat pada guru saja. Kegiatan berpikir kritis dirancang dalam proses pembelajaran memiliki tujuan untuk memberikan pengalaman dasar belajar yang melibatkan proses mental dan fisik peserta didik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar.
Pengalaman dasar tersebut dapat terwujud diantaranya melalui penggunaan model, metode, media atau pendekatan yang sesuai guna meningkatkan kualitas pembelajaran. Model-model pembelajaran yang inovatif merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata serta dapat mendorong peserta didik untuk menerapkan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep belajar yang dapat membantu tersebut, diharapkan bisa menciptakan pembelajaran bermakna. Proses pembelajaran yang bermakna yaitu ketika bentuk kegiatan peserta didik berlangsung alamiah dalam bekerja dan mengalami, bukan menstransfer pengetahuan dari guru ke peserta didik saja, melainkan pembelajaran tersebut bisa dipahami oleh peserta didik sehingga, mampu untuk diingat dan diamalkan oleh peserta didik perihal apa saja yang sudah dipelajari.
Mata pelajaran IPA atau Sains di Sekolah Dasar merupakan salah satu mata pelajaran yang lebih mengembangkan peserta didik untuk, berpikir analitis dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah.
Materi Ilmu pengetahuan alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, melainkan juga merupakan suatu proses penemuan.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya pada kehidupan sehari hari.
Pada pengajaran IPA di SD/MI, agar mencapai tujuan pembelajaran secara sempurna seorang guru dalam menyampaikan suatu pengajaran IPA diharapkan tahu dan memahami terlebih dahulu apa hakekat dan karakteristik dari IPA itu sendiri, sehingga dalam prosesnya nanti dapat dirancang dengan baik dan tepat. Pelajaran IPA sering dianggap sulit oleh beberapa peserta didik, padahal IPA merupakan pelajaran yang sangat menyenangkan, dikarenakan langsung bersentuhan dengan alam dan pembelajarannya bersifat nyata.
Realita dalam lapangan nyatanya tidak seperti itu, banyak peserta didik yang menganggap pelajaran IPA itu sangat sulit. Proses pembelajaran IPA memang perlu inovasi-inovasi yang diberikan oleh guru, sehingga peserta didik dapat menganggap pelajaran IPA itu mudah.
Mayoritas guru IPA masih mendominasi kelasnya dengan metode ceramah, menghafalkan materi, penugasan dan menyalin ulang materi dari sumber ajar yang ada.
Metode-metode tersebut menyebabkan pemahaman peserta didik terhadap materi belum sepenuhnya tertanam dalam ingatan mereka, agar hal itu tidak terjadi berlarut-larut dan minat peserta didik dalam belajar IPA dapat meningkat, maka hendaknya guru meningkatkan keterampilan dalam mengajar.
Meningkatkan mutu pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama bagi guru Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah, karena guru SD/MI merupakan ujung tombak dalam pendidikan dasar, guru adalah orang yang paling berperan dalam menciptakan sumber daya manusia berkualitas yang dapat bersaing di jaman pesatnya perkembangan teknologi.
Penyesuaian pendidikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan tenaga pendidikan yang dinamis dan kreatif serta mampu menggunakan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga dapat memacu peningkatan hasil belajar peserta didik dengan kondisi yang dinamis, kreatif dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Dimana seorang guru mampu mempergunakan model pembelajaran setiap kali mengadakan proses pembelajaran dengan peserta didik, agar peserta didik tidak merasa jenuh dan bosan dengan model pembelajaran yang sama.
Model pembelajaran memiliki jenis langkah-langkah yang dipilih dan digunakan dalam mengimplementasikan strategi (rencana yang telah disusun) dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa suatu model dikatakan efektif jika prestasi belajar yang diinginkan dapat dicapai dengan penggunaan model yang tepat guna mencapai hasil pembelajaran dengan baik. Hasil pembelajaran yang baik harus bersifat menyeluruh, artinya bukan hanya sekedar penguasaan pengetahuan semata-mata, tetapi juga tampak dalam perubahan sikap dan tingkah laku secara terpadu.
Perubahan ini sudah tentu dapat dilihat dan diamati, bersifat khusus dan operasional, dalam arti mudah diukur. Dengan menggunakan model yang telah ada, guru dapat memaksimalkan pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran yang ada, model-model di atas dapat digunakan dan disesuaikan dengan situasi pembelajaran.
Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, guru kelas IV di MI Ar-Roudloh Singosari Malang masih menggunakan metode lama seperti metode ceramah, menghafal, menulis kembali materi dari bahan ajar. Sehingga pengetahuan yang diperoleh oleh siswa masih terbatas.
Selain itu, permasalahan yang dijumpai saat peneliti melakukan observasi dan wawancara di MI Ar-Roudloh Singosari Malang kelas IV pada pembelajaran IPA ialah peserta didik belum menguasai materi dan rasa ingin tahu peserta didik terhadap materi yang akan dipelajari masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena minimnya literasi peserta didik dalam membaca.
Minimnya literasi peserta didik adalah dampak dari sekolah daring yang membuat hasil belajar peserta didik menurun. Dua tahun belajar secara online membuat proses belajar mengajar kurang maksimal.
Proses belajar mengajar yang terbatas dan tidak sempurna membuat peserta didik memperoleh pengajaran yang kurang optimal. Hal itu menyebabkan minimnya informasi yang diperoleh peserta didik akibat jeda dua tahun yang dialami peserta didik saat melakukan sekolah daring.
Selain itu, pembelajaran yang terlaksana selama ini hanya menggantungkan pada penjelasan guru saja yang hanya memakai metode ceramah. Sehingga peserta didik dirasa kurang berpartisipasi saat belajar.
Menindaklanjuti fenomena tersebut, peneliti berusaha memperbaiki dan mencari solusi dari proses belajar mengajar pada siswa kelas IV MI Ar-Roudloh Singosari Malang dengan melakukan inovasi dalam model pembelajaran.
Inovasi pembelajaran yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan model pembelajaran learning cycle. Model pembelajaran learning cycle dipilih dalam perbaikan model pembelajaran ini dengan alasan learning cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dimana model pembelajaran learning cycle merupakan proses kognitif yang dapat membuat peserta didik aktif dalam kegiatan belajar.
Learning cycle merupakan model pembelajaran yang awalnya terdiri dari 3 tahap yaitu: eksplorasi, pencapaian konsep, dan aplikasi. Namun tahapan ini dikembangkan lagi menjadi 4 tahap, antara lain: eksplorasi, eksplanasi, elaborasi, dan evaluasi. Studi kurikulum ilmu biologi yang dipimpin oleh Bybee pada tahun 1933, mengembangkan model learning cycle menjadi 5 tahap yang disebut 5E learning cycle.
Tahapan 5E learning cycle ini terdiri dari: pembangkitan minat, eksplorasi, penjelasan, elaborasi, dan evaluasi. Model pembelajaran learning cycle merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan pengembangan konsep yaitu bagaimana pengetahuan itu dibangun dalam pikiran peserta didik, dan keterampilan peserta didik dalam menemukan pengetahuan secara bermakna serta mengaitkan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan yang baru dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari hari.
Berdasarkan teori tersebut diharapkan peserta didik mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip dengan cara antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan pengajaran menggunakan model learning cycle, diharapkan daya tangkap dan daya pikir peserta didik dapat terlatih dan mudah memahami materi yang di sampaikan. Selain itu model ini juga melatih daya konsentrasi, serta menciptakan suasana menyenangkan di dalam kelas.
Model learning cycle merupakan model yang efektif bila diterapkan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas IV MI Ar-Roudloh Singosari Malang, karena dengan model ini dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam memahami pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Hal tersebut karena pengajaran menggunakan model learning cycle disertai pemahaman yang berhubungan dengan materi pembelajaran.
Selain itu, model ini juga tidak membosankan, dan justru menambah semangat peserta didik untuk belajar karena materi yang disampaikan berbeda-beda di setiap proses belajar mengajar.
Menurut penjabaran di atas, peneliti tertarik dan merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Model Learning Cycle Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IVMI Ar-Roudloh Singosari Malang”.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai implementasi model learning cycle dalam meningkatkan hasil belajar IPA kelas IV MI Ar-Roudloh Singosari Malang dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, hasil belajar IPA kelas IV MI Ar-Roudloh Singosari Malang sebelum diterapkannya model learning cycle yaitu pertama, nilai peserta didik rendah karena nilai rata-rata peserta didik pada pelajaran IPA materi sumber-sumber energi sebesar 43,5 nilai tersebut masih di bawah standar ketuntasan yang ditetapkan.
Kedua, peserta didik cenderung pasif karena yang lebih aktif selama pembelajaran berlangsung hanya gurunya saja. Ketiga guru masih menggunakan model pembelajaran klasik (kuno) yakni model ceramah. Kedua, implementasi model learning cycle dalam meningkatkan hasil belajar IPA kelas IV MI Ar-Roudloh Singosari Malang terdiri dari dua siklus.
Masing-masing siklus terdiri dari beberapa langkah diantaranya ialah perencanaan pembelajaran IPA dengan model learning cycle, pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model learning cycle, observasi pembelajaran IPA dengan model learning cycle, refleksi pembelajaran IPA dengan model learning cycle.
Ketiga, hasil belajar IPA kelas IV MI Ar-Roudloh Singosari Malang setelah diterapkannya model learning cycle diantaranya yakni :
Pertama, nilai peserta didik meningkat, pada prasiklus rata-rata nilai peserta didik ialah 43,5 yang kemudian pada siklus I meningkat menjadi 70,3 dan pada siklus II menjadi 90,7.
Kedua, peserta didik lebih aktif selama pembelajaran, terlihat dari hasil observasi aktivitas peserta didik pada siklus I dan siklus II yang menunjukkan adanya peningkatan yakni pada siklus I skor akhir aktivitas yang diperoleh ialah 69,4 dan pada siklus II meningkat menjadi 84,7.
Ketiga, guru mampu menguasai proses pembelajaran, lembar observasi aktivitas guru menunjukkan adanya kemajuan bagi pendidik/guru dalam melakukan pembelajaran.
Hal tersebut berdasarkan observasi yang sudahdilakukan. Pada siklus II total akhir skor aktivitas guru ialah 77 dan pada siklus II meningkat menjadi 92.






