JAKARTA, Beritalima.com– Anggota DPR RI Komisi VI membidangi Industri dan Perdagangan, Hj Nevi Zuairina Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepertinya tak mempunyai cara lain mengendalikan harga kebutuhan pokok di dalam negeri.
Sepanjang kuartal pertama 2021 saja, ungkap Nevi dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (11/5) malam, Pemerintahan Jokowi melakukan Impor beberapa komoditas pangan dengan jumlah signifikan. “Ini perlu menjadi bahan evaluasi bersama, sehingga ada perbaikan untuk masa berikutnya,” kata Nevi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Kuartal I/2021 Pemerintah sudah melakukan impor gula 1,93 juta ton, 379. garam 910 ton, kekelai 669.730 ton, jagung 379.910 ton dan bawang putih 53.536,9 ton.
“Jadi, saya menilai, kebijakan impor yang dilakukan, Pemerintahan Jokowi seperti tidak mempunyai cara lain untuk mengendalikan harga, kecuali dengan impor,” kata wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Sumatera Barat ini.
Dikatakan Nevi, dirinya memahami Pemerintah harus mengendalikan harga kebutuhan pokok khususnya menjelang Hari Raya Idul Fitri. “Coba jangan mengandalkan impor untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok, karena itu bisa merugikan khususnya bagi industri kecil kita.” jelas dia.
Dikatakan anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI tersebut, Pemerintah harus mencari akar penyebab dibukanya impor komoditas pangan.
“Apa karena hulunya yang perlu dibenahi seperti memastikan tersedianya bahan baku lokal dan mesin produksi yang memadai. Atau jangan-jangan karena adanya perbedaan data ketersediaan komoditas pangan di tanah air,” tutur dia.
Dijelaskan, perlu selaras antara regulasi dengan tindakan di lapangan berkaitan persoalan tata niaga pangan ini. Pemerintah juga harus tegas terhadap pihak yang melakukan penimbunan komoditas pangan,” kata Nevi dengan nada bertanya.
Sesuai dengan amanah Pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan yang melarang pelaku usaha menyimpan barang kebutuhan pokok dalam jumlah dan waktu tertentu. Pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang, barang timbunan itu dijual.
“Jika terbukti ada menimbunan barang, Pemerintah harus memberi sanksi tegas sebagaimana diamanahkan Pasal 107 UU Perdagangan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)” demikian Hj Nevi Zuairina. (akhir)