In Memoriam Abah Yang Teguh Pendirian Meyakini Kebenaran

  • Whatsapp

Oleh: H. Asmu’i Syarkowi

Entah siapa yang memulai, menjelang ibadah haji beliau yang bernama asli Abdul Wahab Syakroni ini, selalu terdengar dipanggil “ABAH” oleh keponakan-keponakannya. Panggilan ini seolah semakin lekat terutama setelah bersama istrinya menunaikan ibadah haji. Padahal, sebelumnya para keponakan selalu memanggil dengan panggilan akrab “OM”. Tetapi panggilan ABAH ternyata memang sesuai dengan kapasitas dirinya. Menyayangi cucu dan keponakan yang ditunjukkan saat menemuinya. Dan, yang paling penting nasihat-nasihat yang diberikan selalu bijak. Sebagai keponakan mantu saya merasakan sendiri nasihat bijak ini. Terutama, saat-saat gamang menghadapi sedikit badai keluarga di awal-awal berumah tangga. Tutur kata dan gaya bicara yang “maton” selalu membuatnya sering didaulat untuk mewakili keluarga tampil bicara pada setiap perhelatan penting.

Sebagai PNS, sudah sekitar 4 tahun lalu purna tugas. Banyak orang galau menghadapi pensiun. Mau kegiatan apa, bagaimana jika kebutuhan hidup yang semakin tinggi ini harus dihadapi dengan gaji pensiun, bagaimana jika orang tidak lagi menghargainya? Kalimat-kalimat ini biasanya sering menghantui orang kebanyakan saat akan mamasuki purna tugas. Dalam skala tertentu perntanyaan itu bahkan berubah menjadi penyumbang timbulnya “post power syindrome.” Tetapi hal-hal seperti itu tampakya tidak terlihat pada ayah dua anak ini. Tampaknya beliau punya cara mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan buruk itu. Beliau rupanya sadar betul, bahwa pangkat jabatan merupakan titipan yang pada saatnya disukai atau tidak akan berakhir. Satu-satunya cara menepis semua ketakutan ialah dengan selalu mendekat kepada pemilik segalanya, Allah SWT.

Adalah merupakan langkah yang semula mengherankan saya, katika tiba-tiba terdengar kabar mendirikan sebuah musala kecil di halaman rumah. Mengapa harus di depan rumah. Bukankah akan mengganggu pemandangan rumah, bukankah akan menutup pot-pot bunga rumah sehingga keasrian rumah tidak terlihat. Keputusan demikian menurut pengalaman kebanyakan orang, sering menimbulkan diskusi-diskusi internal keluarga yang tidak mudah. Bahkan tidak jarang menimbulkan ketegangan hubungan suami istri. Tapi rupanya hal-hal itu talah berhasil dilampaui. Sejak penggalian pondasi hingga terwujudnya musala mungil itu, pro kontra apa pun yang mungkin timbul sebelumnya, telah berhasil dilampaui dengan sukses. Keterlibatan masyarakat sekitar saat even-even pembangunan juga menjadi bukti masyarakat ikut merasa memiliki tempat ibadah keluarga itu. Orang bijak sering mengatakan di balik berdirinya sebuah menumen apa pun, pasti selalu ada orang kuat di belakangnya. Orag kuat di balik terwujudnya musala indah itu, tidak lain adalah Abah.

Sejak saya kenal terutama sejak pensiun sekitar 6 tahun lalu praktis hari-hari selalu diisi dengan tetap menjaga waktu salat. Keinginan menjalankan salat di awal waktu sampai harus selalu memgaktifkan adzan otomatis di HP. HP yang yang selalu di depan mikropon yang sengaja ia hidupkan sepanjang waktu itu, seolah menjadi saksi keseriusannya menjaga dengan baik waktu salat. Beliau tampaknya sangat meyakini, bahwa salat adalah ibadah yang maha penting. Salat adalah tiang agama. Barang siapa mendirikan salat, sama halnya mendirikan agama dan barang siapa meninggalkannya sama halnya merobohkan agama. Salah satu amal yang pertama kali dihisab juga salat. Apabila salatnya baik, maka akan baik pula semua amalnya dan apa bila salatnya jelek, maka akan jelek pula amalnya. Dalam hadits lain rasulullah pernah mengibaratkan orang yang menjalankan salat lima waktu sehari semalam, sama seperti orang yang mandi sehari semalam 5 kali. Kebiasaan yang demikian tentu membuat tubuh orang itu akan tidak ada sedikit pun kotoran. Dengan tamsil demikian, rasulullah SAW rupanya hendak menegaskan, bahwa dosa-dosa orang yang salat sehari semalam lima kali, pasti akan diampuni oleh Allah.
Survei sering membuktikan, ada korelasi positif mengenai cara kematian seseorang dengan perilaku semasa hidup. Ketika Allah memanggil beliau pulang dengan cara yang sangat mudah, saya pun lantas mengingat pesan-pesan agama itu. Kita mungkin kaget kepergiannya yang tiba-tiba. Tetapi bagi Allah tentu tidak demikian. Ajal-ajal, rizki, dan jodoh sudah tertulis di atas yang berarti setiap kematian sebenarnya tidak ada yang tiba-tiba. Semua telah ditentukan oleh Maha Penentu jauh-jauh sebelumnya. Bahkan, sejak sebelum manusia lahir. Ketika orang meninggal sering kita bertanya sakit apa, kenapa sebelumnya, dan sejumlah pertanyaan lain. Sekedar untuk ibrah, mengajukan pertanyaan-pertanyaan semacam itu, boleh-boleh saja. Yang tidak boleh ialah berkeyakinan bahwa tanpa sebab-sebab pendahuluan itu kematian tidak terjadi. Akibat orang mati karena sakit perut, kita pun berusaha agar tidak sakit perut. Atau, kita pun jangan sampai membuat sebab yang sama jika tidak ingin mati. Padahal, penyebab kematian boleh bermacam-macam tetapi kalau sudah ajal kematian pun pasti terjadi. Masuk angin, sakit jantung, atau apapa pun penyebabnya hanya penyebab saja. Bahkan, jika Allah berkehendak seorang bisa sampai pada kematian tanpa gejala apapun.
Tetapi banyak orang menilai termasuk saya, bahwa ajal itu menjemut beliau dengan begitu indah. Ternyata beliau wafat sehabis menunsikan alat isyak berjamaah. Yang demikian membuat beliau tidak mempunyai taggungan salat sekali pun. Kematian yang ‘tiba-tiba’ memang membuat duka yang mendalam, tetapi cara kematian yang indah itu, harus ‘membahagiakan’ seluruh keluarga. Apalagi setelah sebelumnya beliau menebar kasih sayang dengan mengunjungi anak cucu dan melakukan hal-hal positif, seperti memperbaiki saluran air tempat wudhu. Sebuah perilaku yang mungkin terlihat kecil tetapi belum tentu kecil dalam pandangan Allah.

Kehadiraan orang-orang bertakziah, antusiasme keluarga, dan tangis istri dan anak cucu serta orang dekat lain, mejadi pertanda ABAH disayangi keluarga dan orang-orang yang mengenalnya. Jawaban para pentakziyah: “Baikkkkk……!” atas pertanyaan Pak Naib, apakah jenazah ini orang baik, juga menjadi saksi bahwa Abah diberi hak surga Allah kelak. Mengenai hal ini pernah diungkap oleh salah seorang sahabat Nabi SAW.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam hadis sahihnya, Anas bin Malik berkata, orang-orang lewat membawa satu jenazah, mereka memujinya dengan kebaikan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat.” Kemudian lewat lagi orang-orang membawa satu jenazah, mereka mencelanya dengan kejelekan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat.” Sahabat Umar bin Khathab berkata, “Apa yang wajib, ya Rasul?” Rasulullah bersabda, “Jenazah yang kalian puji dengan kebaikan ini, wajib baginya surga. Dan, orang ini yang kalian cela dengan kejelekan wajib baginya neraka. Kalian adalah para saksi Allah di muka bumi.
Kini Abah benar-benar telah pergi. Bukan pergi ke saudara tuanya Mas Aziz di Probolinggo dengan Avanza kesayangannya, atau ke pengajian minggu pagi di masjid Al Amin, tetapi pergi selamanya ke alam lain menghadap Allah, Tuhan yang ditemuinya setiap waktu salat. Kepergiannya memang menyisakan kesedihan mendalam bagi segenap keluarga dan orang-orang yang menyayanginya. Akan tetapi kepergiannya, telah membuat beliau istirahat dari pernik-pernik persoalan dunia yang beliau jalani selama kurang lebih 66 tahun. Termasuk, istirahat dari dunia medsos yang akhir-akhir ini membuatnya ‘sangat lelah’ akibat “pating sliwernya” informasi tentang para tokoh, politisi, atau oknum pemerintah yang menurutnya tidak sejalan dengan kebenaran yang beliau yakini. Ketika beliau sering mengirim “postingan panas”, saya tanggapi dingin-dingin saja. Saya harus memahami, bahwa postingan-postingan panas itu, hanya merupakan perbedaan cara pandang mengenai suatu kebenaran. Beliau meyakini kebenaran menurut versinya, saya juga meyakini kebenaran menurut versi saya. Tapi hakikatnya semuanya sama: “Sama-sama menjungjung tinggi kebenaran”. Dalam urusan ilmu yang demikian sah-sah saja. Yang paling benar siapa, kita serahkan kepada Dzat sumber kebenaran sejati, Allah SWT. Selamat jalan Abah. Istri dan dua anakmu (Dian Ekarini, S.Pd dan Arif Wicaksono, S.Pd) serta menantu dan sejumlah cucumu. Semua kebaikan dan hari serta tanggal engkau harus menghadap Allah ( Malam Senin, 30 Mei 2022) pasti akan terus dikenang oleh mereka. Semoga Allah mengampuni dan menyayangimu di akhirat serta menempatkanmu di Surga-Nya. Amin.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait