Jakarta | beritalima.com – Acara pertemuan yang juga didukung penuh Dubes RI untuk Republik Federal Jerman Arif Havas Oegroseno dikemas dalam bentuk lunch meeting, dengan menghadirkan beberapa perwakilan pelaku dan asosiasi importir produk kayu dari Hamburg, Bonn, dan Koln.
SVLK merupakan perwujudan good forest governance, yang bertujuan untuk mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Wamen Alue Dohong menggarisbawahi bahwa melalui penerapan SVLK, Indonesia juga telah berhasil menekan pembalakan liar secara signifikan.
Demikian hal itu diungkapkan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alu Dohong saat memimpin Delegasi Republik Indonesia untuk mempromosikan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) di hadapan perwakilan importir produk kayu di Jerman dan perwakilan otorita perdagangan internasional di Dusseldorf, Jerman, Kamis (19/10/2023).
“Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) dibentuk sebagai salah satu upaya Pemerintah Indonesia dalam mengatasi pembalakan liar, deforestasi, degradasi dan juga sebagai cara untuk mempromosikan kayu legal dari Indonesia,” kata Wakil Menteri Alue.
Acara pertemuan yang juga didukung penuh Dubes RI untuk Republik Federal Jerman Arif Havas Oegroseno dikemas dalam bentuk lunch meeting, dengan menghadirkan beberapa perwakilan pelaku dan asosiasi importir produk kayu dari Hamburg, Bonn, dan Koln.
Pada kesempatan tersebut, Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), Agus Justianto menyampaikan latar belakang dan sistem verifikasi SVLK yang telah dimulai sejak adanya perjanjian Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) antara Indonesia dan Uni Eropa pada tahun 2013.
Forest Law-Enforcement Governance and Trade (FLEGT) yang dikembangkan dalam bentuk Timber Legality Assurance System (TLAS) yang di Indonesia dikenal dengan nama Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK), merupakan alat penting yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia dan berbagai pemangku kepentingan dalam memantau dan memastikan legalitas kayu dari Indonesia untuk diperdagangkan di pasar internasional.
Agus juga menjelaskan bahwa sistem verifikasi ini berlaku secara mandatory untuk produk kayu yang akan diekspor, dan dikenakan tidak hanya kepada industri menengah ke atas, namun juga industri kecil menengah.
“Dengan adanya dokumen deklarasi mandiri, memungkinkan industri kecil menengah memanfaatkan kayu rakyat untuk tujuan ekspor,” katanya.
Sementara itu, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Krisdianto menjelaskan proses yang dapat dilihat secara transparan di Sistem Informasi Legalitas dan Kelestarian (SILK) dan data traceability yang tampak dari web ‘Satu Data PHL’.
“Perjalanan kayu dari hutan negara ke simpul industri yang disertai dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) dan dipantau, sehingga lacak balak kayu bulat dapat diikuti. Proses serupa di hutan rakyat juga kami lakukan penelusurannya namun tentu dengan gaya yang beda” kata Direktur Krisdianto.
Claudio Kaiser dari Impan GmbH, yang merupakan agen impor produk kayu dari Indonesia menyampaikan bahwa sebagian besar importir di Jerman belum mengetahui SVLK.
“Kurangnya pemahaman terhadap SVLK dan diperburuk dengan keluarnya peraturan baru EUDR (Uni Eropa Deforestation-free Regulation), menyebabkan pelaku impor mengambil jalan pintas dengan mensyaratkan sertifikat FSC (Forest Stewardship Council) dan PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification) yang telah dikenal melalui kampanye komersial mereka,” jelas Claudio.
Jurnalis : Dedy Mulyadi