JAKARTA, beritalima.com- Rezki Adminanda dari Indonesia Election Watch (IEW), tidak menganggap bahwa apa yang dipertontonkan oleh para lakon partai Demokrat kepada khalayak ramai bukan sesuatu yang sehat. Publik bahkan cukup menyayangkan lemahnya resolusi konflik yang dimiliki oleh Partai Demokrat tersebut.
“Kita tidak mau masuk terlalu dalam perihal keabsahan dan teknik formil dari penyelenggaraan KLB Partai Demokrat tersebut. Yang jelas, Partai Demokrat bukanlah satu-satunya partai yang memiliki konflik internal dalam sepanjang sejarah kepartaian di Indonesia. Terbaru, katakanlah partai golkar, partai persatuan pembangunan (PPP) dan partai berkarya. Sejauh ini berakhir islah dan damai, kita meminta partai demokrat bisa mencontoh partai-partai tersebut dalam mengkonsolidasikan konflik internal mereka,” ucapnya.
Jangan larut dengan drama-drama yang menurut IEW malah kontraproduktif dengan tupoksi partai politik dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
“Saya sudah bisa memprediksikan bahwa dengan akan terselenggaranya KLB ini, akan memunculkan kepengurusan baru. Artinya, terbentuk dualisme kepengurusan. Tahapan selanjutnya menurut saya ialah perang gagasan dan bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi aksi kekerasan baik dalam perebutan kantor maupun saling tuding dan adu mulut diberbagai media, hingga kemudian bermuara pada perebutan legalitas (SK Menkumham),” papar Rezki.
Terkait kekhawatiran oleh berbagai pengamat yang mengatakan bahwa KLB ini ialah pengambil alihan kekuasaan partai politik oleh pemerintah, menurutnya, masyarakat tidak bisa membenarkan pernyataan ini.
“Kenapa? Bagi kita, siapapun yang nanti mendapatkan legal formil kepengurusan harus berdasarkan kaca mata objektifitas hukum yang berlaku. Pun dikhawatirkan ada ruang intervensi yang akan dilakukan oleh pemerintah, ya itu bagaimana kemudian para elit politik mampu mengkonsolidasikan gagasan nya. Apakah nanti akan tetap ditangan SBY-AHY atau malah jatuh ketangan kubu KLB. Apapun itu, kita tidak melihat pengaruh yang begitu signifikan. Dibawah pipmpinan SBY-AHY kita juga tidak melihat bahwa Partai Demokrat sebagai partai oposisi yang konsisten dalam mengkritisi kebijakan pemerintah,” ungkapnya.
Persoalan tidak ada jatah kementrian yang didapat suatu partai, menurutnya, bukan berarti partai tersebut oposisi.
“Oposisi atau bukan dilihat dari konsistensi kritisi public policy pemerintah selama ini, kita tidak melihat itu juga di partai demokrat dibawah kepemimpinan SBY-AHY. Artinya, kita tetap akan mengawal bahwa dinamika partai demokrat ini jangan sampai melebar kemana-mana. Namun kita juga akan tetap mengawal bahwa tidak boleh ada campur tangan dalam artian intervensi pemerintah sebagai instrumen kekuasaan dalam memenangkan suatu kubu kepemimpinan partai demokrat kedepan,” paparnya.
“Terakhir, kita tidak menutup mata bahwa partai politik sarat’ akan berbagai kepentingan. Namun, diatas semua konflik kepentingan tersebut ada kemaslahatan rakyat dan kesejahteraan konstituen yang tetap harus diutamakan. Sebagai salah satu instrumen penting demokrasi, partai Demokrat harus bisa bangkit dan kembali bekerja nyata untuk rakyat Indonesia,” pungkasnya. (*).