Indonesia Menang Gugatan di Pengadilan Arbitrase Internasional

  • Whatsapp

Beritalima.com– Indonesia berhasil memenangkan gugatan melawan perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining Plc, dan anak perusahaannya di Australia, Planet Mining Pty Ltd.

Indonesia pun lolos dari gugatan sebesar USD1,31 miliar atau sekitar Rp17 triliun yang diajukan perusahaan ini di arbitrase internasional, International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID).

Sebaliknya, perusahaan itu harus membayar biaya perkara dan persidangan yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia yakni sebesar USD8,64 juta atau sekitar Rp125 miliar, dan sejumlah administrasi lainnya senilai USD800.000 atau sekitar Rp10,6 miliar.

Keputusan yang diambil badan penyelesaian sengketa investasi internasional bentukan Bank Dunia pada Rabu (7/11/2016), menilai bahwa 34 dokumen sengketa perjanjian yang diajukan Churchill tidak asli.

Document Churchill diduga dipalsukan oleh pihak yang bertindak untuk tau atas nama mitra Churchill di Indonesia, yaitu Grup Ridlatama. Pelaku tersebut yang bekerja sama dengan orang dalam di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, untuk mendapatkan izin pertambangan batubara.

Selain itu, ICSID menyatakan uji tuntas yang dilakukan Churchill saat membeli izin pertambangan itu belum cukup.

“Kami sangat kecewa dengan putusan pengadilan,” ujar Presiden Direktur Churchill, David Quinlivan, dalam siaran persnya, Rabu (7/12/2016).

Quinlivan beranggapan pengadilan tidak menjatuhkan konsekuensi hukum terhadap penolakan Bupati Kutai Timur 2015, Isran Noor, untuk menghadiri sidang dan memberikan penjelasannya.

Sesuai prosedur ICSID, Churchill dimungkinkan mengajukan pembatalan putusan melalui surat permohonan kepada Sekretaris Jenderal, dengan alasan pengadilan tidak digelar dengan layak.

Churchill dan Planet mendaftarkan gugatannya ke ICSID pada tanggal 22 Juni 2012 dan 26 Desember 2012 berdasarkan perjanjian investasi bilateral Indonesia-Inggris dan Indonesia-Australia.

Keduanya menggugat pemerintah dengan dasar serangkaian tindakan yang berujung pada ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation) dan perlakuan yang tidak adil dan seimbang (fair and equitable treatment) yang menimbulkan kerugian terhadap investasi mereka di Indonesia melalui pencabutan Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan (KP/IUP) Eksploitasi mitra kerja Para Penggugat oleh Bupati Kutai Timur pada tanggal 24 Mei 2010.

Penggugat menuntut ganti rugi senilai USD1,14 miliar dan ditambah bunga USD16 juta sehingga totalnya menjadi USD1,31 miliar. Majelis Tribunal ICSID dalam perkara ini terdiri dari Profesor Gabrielle Kaufmann-Kohler (Presiden Tribunan, Swiss), Profesor Albert Jan van den Berg (Belanda), dan Michael Hwang S.C (Singapura).

Meski Majelis Tribunal telah menerbitkan putusan tersebut, Indonesia tetap mengupayakan bahwa persoalan dugaan pemalsuan dokumen harus diselesaikan terlebih dahulu dan terpisah dari pemeriksaan pokok perkara.

24 September 2014, Indonesia mengajukan permohonan untuk menghentikan seluruh proses arbitrase (Request for Dismissal) yang didasarkan pada dokumen izin pertambangan yang palsu atau dipalsukan. Indonesia juga meminta ICSID untuk memeriksa dugaan pemalsuan ini terlebih dahulu sebelum masuk ke pokok perkara.

November 2014, ICSID mengabulkan permohonan Indonesia dan memutuskan untuk memeriksa persoalan pemalsuan dokumen terlebih dahulu. Agustus 2015, ICSID menyelenggarakan tujuh hari sidang pemeriksaan keabsahan dokumen (hearing on document authenticity) yang dilaksanakan di Singapura.

Pada penyampaian-penyampaian dokumen tersebut, Indonesia secara konsisten terus berupaya meyakinkan ICSID bahwa seluruh gugatan arbitrase penggugat harus dibatalkan sebagai konsekuensi hukum atas pemalsuan dokumen-dokumen yang menjadi dasar klaim gugatan.

Akhirnya, ICSID pada tanggal 6 Desember 2016 menerbitkan putusan (award) yang dengan tegas menolak semua klaim gugatan yang disampaikan oleh para penggugat.

Gara-gara keputusan ICSID tersebut, pembekuan perdagangan saham Churchill di bursa London terus berlanjut sejak menjelang putusan pengadilan pada Selasa lalu (6/12). Sahamnya akan terus dibekukan hingga membayar biaya yang dijatuhkan pengadilan.

“Sempat ada upaya untuk out of court settlement (kesepakatan di luar pengadilan), tapi karena kita sangat yakin bahwa kasus kita ini kuat, maka kita fight terus,” ujar Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laolly, dalam detikcom, Kamis (8/12/2016).

Yasonna mengatakan nilai gugatan yang dimenangkan merupakan nilai terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

“Dulu kita pernah menang dari Newmont tapi tidak dapat kompensasi. Tetapi kalau ini dapat kompensasi dan menang dari penggugat,” lanjutnya.

Dirinya pun menegaskan kemenangan ini menjadi koreksi kepada pemerintah daerah dan investasi asing. Jika mereka lalai maka negaralah taruhannya. [Beritagar]

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *