TIMIKA, Berita lima.com – PT Freeport Indonesia nampaknya belum juga puas setelah disodori peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 28 /2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.
Perusahaan multinasional asing milik Amerika Serikat tersebut hingga saat ini masih belum akan mengajukan izin ekspor konsentrat karena menilai pemerintah tidak memberikan kepastian hukum yang jelas.
“Permohonan ekspor menunggu tahap finalisasi pemerintah,” ujar Riza Pratama, jurubicara Freeport Indonesia sebagaimana diberitakan Kontan, Rabu kemarin.
Padahal, dalam regulasi Menteri ESDM baru tersebut Freeport bisa memiliki status ganda yakni izin usaha pertambangan khusus (IUPK), sekaligus Kontrak Karya atau KK.
Status IUPK bertujuan agar Freeport bisa ekspor konsentrat. Status kontrak karya tetap bisa dipegang sesuai keinginan Freeport yang belum ingin berubah status IUPK.
Hal ini jelas berbeda dengan aturan sebelumnya. Jika Freeport berstatus IUPK maka status kontrak karya tidak bisa digunakan lagi. Bahkan Riza Pratama sebagai jubir PT Freeport Indonesia turut mengancam pemerintah dengan pihak Freeport yang akan terus melakukan PHK bagi para karyawannya.
“Sementara ini PHK jadi pilihan, kontraktor yang dipulangkan kira-kira kini sudah 2.300,” ujarnya.
Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss), Budi Santoso dilain kesempatan meminta pemerintah pusat untuk tidak menuruti permohonan Freeport yang bertidak seolah-olah sebagai pemilik negara.
“Karena izin adalah otoritas pemerintah untuk memberi atau tidak memberikan dan tidak bisa dikaitkan dengan syarat yang diajukan pemohon. Masak orang memohon izin, pemohonnya bisa menentukan syarat setuju atau tidak,” ujarnya, (*)