SURABAYA – beritalima.com, Majelis Pekerja Sinode (MPS) Gereja Bethany Indonesia (GBI) menghadirkan Pendeta Edwin Montolalu dalam sidang lanjutan gugatan perlawanan terhadap penetapan eksekusi No 82/EKS/2016/PN.Sby jo No 928/Pdt.G/2013/PN.Sby terhadap kepengurusan Gereja Bethany Indonesia (GBI), jalan Nginden Intan, Surabaya. Rabu (22/7/2020).
Sidang ini dipimpin oleh Hakim Ketua Yohanes Hehamoni, Hakim Anggota Martin Ginting dan Ni Made Purnami.
Dalam pemaparannya Pendeta Edwin Montolalu memandang bahwa Abraham Alex Tanuseputra adalah Pendiri Gereje Bethany Indonesia (GBI) meskipun GBI sudah berdiri sejak tahun 2002, dan Abraham Alex yang asalnya dari gereja Bethel baru masuk ke GBI pada tahun 2003.
Pandangan itu dia sampaikan saat ditanya oleh tergugat III Wahyudi Suyanto, siapa yang pertama kali menjadi ketua MPS-GBI,? Padahal Abraham Alex baru masuk tahun 2003, setelah GBI sudah ada atau sudah berdiri.
Dalam persidangan di ruang sidang Cakra PN Surabaya, Pendeta Edwin Montolalu yang adalah seorang Pendeta Lokal terlihat kebingungan ketika ditanya oleh tergugat III, siapa yang merubah anggaran dasar terkait kekuasaan untuk menentukan ketua MPS bukan lagi lewat mekanisme Sidang Raya, melainkan ditentutkan oleh Dewan Rasuli.
“Dapatkah suatu anggaran dasar dirubah oleh sesorang tanpa melalui sidang raya,?” tanya tergugat III pada Edwin Montolalu.
“Sepengetahuan saya tidak, pasti melalui sidang raya,” jawab Edwin Montolalu.
Dalam persidangan yang terbuka untuk umum, Pendeta Edwin Montolalu menyatakan sebagai pendeta lokal dari GBI dirinya tidak rela, jika disuruh menyerahkan tanda bukti hak atas tanah miliknya untuk diatasnamakan menjadi Sinode Gereja Bethany Indonesia.
“Oh, itu saya tidak rela, meskipun saya punya hak kepada siapa untuk menyerahkannya,” tandas saksi Edwin Montolalu.
Diketahui, Majelis Pekerja Sinode (MPS) Gereja Bethany Indonesia (GBI) menggugat Pendeta Abraham Alex Tanuseputra, pendeta Leonard Limato dan Notaris Wahyudi Suyanto.
Dalam Petitumnya MPS GBI minta agar majelis hakim menyatakan Abraham Alex dan Leonard Limato serta notaris Wahyudi Suyanto sudah melakukan perbuatan melawan hukum akibat menandatangani dan menggunakan Akta Perdamaian No. 51 tertanggal 2 April 2014, dalam Perkara Nomor 928/Pdt.G/ 2013/ PN.Sby.
Menyatakan Akta Perdamaian No. 51 tertanggal 2 April 2014 dari notaris Wahyudi Suyanto tidak memiliki kekuatan hukum. Menghukum notaris WahyudI Suyanto untuk membatalkan Akta Perdamaian No. 51 tertanggal 2 April 2014 dan membatalkan pula segala akibat hukum yang timbul dari penggunaan Akta Perdamaian No. 51 tertanggal 2 April 2014 dalam Perkara No. 928/Pdt.G/2013/PN.Sby. Menyatakan tidak sah Penetapan No. 82/EKS/2016/PN.Sby Jo. No. 928/Pdt.G/2013/PN.Sby dan membatalkan Penetapan No. 82/EKS/2016/PN.Sby Jo. No. 928/Pdt.G/2013/PN.Sby. (Han)
.