SURABAYA – beritalima.com, Husen Muslimin SH MH, ahli Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Merdeka (Unmer) Malang dimintai pendapatnya pada sidang lanjutan Praperadilan Ratih Retnowati anggota DPRD Surabaya Periode 2019-2024 melawan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak.
Dihadapan hakim tunggal Eko Agus Siswanto. Muslimin mengatakan bahwa Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) wajib diserahkan kepada pihak terlapor dan korban.
Selain itu, SPDP harus diserahkan selambat-lambatnya tujuh hari setelah dinyatakan bahwa kasus yang ditangani dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan.
“Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 109 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” katanya diruang sidang Tirta 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Rabu (18/9/2019).
Ketentuan tersebut, masih kata Muslimin terkait adanya perubahan ketentuan dalam pasal ini berdasarkan putusan majelis hakim MK atas permohonan uji materi nomor perkara 130/PUU-XIII/2015.
“Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat tujuh hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan,” masih kata Muslimin.
Ditandaskan Muslimin tidak adanya pemberitahuan kepada pihak terlapor dan korban tidak hanya menimbulkan ketidakpastian hukum tetapi juga merugikan hak konstitusional bagi kedua pihak tersebut.
“Oleh karena itu penting bagi mahkamah untuk menyatakan bahwa pemberian SPDP tidak hanya diwajibkan terhadap jaksa penuntut umum akan tetapi juga terhadap terlapor dan korban,” kata dia.
Selain itu tambah Muslimin, dengan memberikan batasan waktu dan disampaikan kepada terlapor dan korban maka pihak terlapor dapat mempersiapkan bahan-bahan pembelaan menunjuk penasihat hukum untuk mendampinginya.
“Sedangkan bagi korban/pelapor dapat dijadikan momentum untuk mempersiapkan keterangan atau bukti yang diperlukan dalam pengembangan penyidikan atas laporannya,” tambah Muslimin.
Senada dengan Muslimin, Setiyono SH. MH, ahli hukum Unmer Malang menyatakan merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130 Tahun 2015, SPDP wajib diberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), pelapor, dan terlapor paling lambat 7 hari setelah adanya sprindik.
“Dalam putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh melampaui batas waktu selama 7 hari,” katanya.
Sementara Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak, Dimaz Atmadi mengatakan bahwa tidak ada kewajiban penyidik untuk memberikan SPDP kepada pemohon praperadilan.
“Pemohon ini tidak pernah berkapasitas menjadi terlapor. Kemudian apa regulasi hukum kepada kami untuk berkewajiban memberikam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan,” jelas Dimaz.
Sprindik dan SPDP yang dimasalahkan pemohon praperadilan, masih kata Dimaz, bukan masuk dalam objek prapradilan.
“Tapi kami tetap menghormatinya, dan nanti akan kami lihat bagaimana dengan pendapat ahli yang dihadirkan pemohon,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Ratih Retnowati mengajukan praperadilan karena tidak pernah mendapatkan SPDP sebelum ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi Jasmas. Padahal Kejari Tanjung Perak menyatakan bahwa pihaknya pernah menerbitkab Sprindik Kajari Tanjung Perak Nomor Print-01/O.5.42/Fd.1/02/2018 Tanggal 08 Pebruari 2018.
Ratih ditetapkan tersangka berdasarkan alat bukti dan saksi-saksi dari perkara Agus Setiawan Tjong, Pelaksana Proyek sekaligus kordinator jasmas yang telah di vonis 6 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor. (Han)