Ini Pendapat Saksi Ahli, Pada Sidang Sekda Gresik

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Andhy Hendro Wijaya (AHW), terdakwa dugaan korupsi pemotongan insentif dj Badan Pengelokaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Gresik, melalui penasshat hukumnya Hariyadi menghadirkan Ahli Pidana korupsi Universitas Brawijaya (Unbra) Priya Jatmika di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Persidangan dengan menghadirkan saksi ahli tersebut diawali dengan pertanyaan penasehat hukum AHW terkait Pasal 12 e dan 12 f UU No. 20 Tahun 2001 Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ahli berpendapat, kedua pasal ini masuk undang-undang korupsi yang tidak merugikan keuangan negara. Unsurnya orang itu punya kewenangan yang disalahgunakan dan melakukan perbuatan melawan hukum.

“Bedahnya, Pasal 12 e sifatnya implisit tidak dinyatakan secara jelas atau terang-terangan, sedangkan Pasal 12 f sifatnya eksplisit, jelas dan terang-terangan, seolah-olah punya hutang. Perbuatan dari kedua pasal tersebut selesai apabila sudah membayar. Kedua-duanya sebenarnya punya unsur memaksa, tapi yang 12 f disertai unsur ketidakrelaan,” kata Priya Jatmika. Jum’at (21/2/2020).

Dalam sidang itu, penasehat hukum AHW meminta pendapat ahli, bagaimana kalau perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 12 e dan 12 f tidak ada pemaksaan sama sekali bahkan dilakukan dengan kerelaan,?

“Kalau dia merasa tidak dipaksa dan dia rela, itu masuk pasal 12 a dan b tentang memberikan hadiah,” pendapat ahli.

Ahli juga mengkategorikan sebagai tindak pidana penggelapan, jika dalam suatu dinas yang punya kebiasaan setelah menerima gaji atau insentif lalu potongan-potongan gaji atau insentifnya yang sudah disisihkan tersebut ternyata tidak dipakai sepenuhnya untuk kegiatan A. B. C. D tapi malah digelontorkan untuk kegiatan D. E. F.

“Uang untuk kegiatan A. B. C. D tapi diberikan ke D. E. F itu tidak ada istilah penyesatan, tapi masuk dalam tindak pidana permufakatan jahat, dan itu penggelapan,” ucap ahli yang pernah menjadi saksi ahli pada kasus Jero Watjik.

Dalam sidang, ahli juga berpendapat hanya bisa dijerat Pasal 56 KUHP, jika si A menjadi kepala kantor yang baru, dan hanya meneruskan kebijakan atau tradisi lama dari penggantinya.

“Itu masuk dalam pasal 56 sebab dia tidak terlibat secara aktif,” pendapatnya.

Pasal 12 huruf e : pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaan nya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu.

Pasal 12 huruf f : pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait