MADIUN, beritalima.com– Yayasan Setia Hati Terate yang terletak di Jalan Merak, Kota Madiun, Jawa Timur, kini menjadi sengketa dua kubu dan masuk ranah hukum. Namun belum mempunyai kekuatan hukum tetap karena masih dalam proses tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Menurut kuasa hukum Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun, Sukriyanto, SH. MH, pada awalnya, yayasan tersebut didirikan oleh Tarmadji Budi H, RM Imam Koesoepangat, Sugeng Wiyono dan Januarmo pada tanggal 12 November 2020 di hadapan notaris, Darma Sanjata Sudagung, SH. Selain atas nama pribadi, mereka mendirikan yayasan bertindak atas nama PSHT.
Yayasan ini, berdiri diatas tanah bengkok atau tanah kas desa Kelurahan Nambangan Kidul, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, yang telah dibeli dengan status hak guna bangunan (HGB). Bahkan hingga sekarang, status tanah masih HGB atau belum sertifikat hak milik (SHM). Sedangkan modal awal yayasan sebesar satu juta rupiah.
“Kemudian pada tanggal 6 Oktober tahun 1999, ada akta perubahan dihadapan notaris Wien Martanto, SH, karena ada dua pendiri yang sudah meninggal. Yakni Mas Imam Koesoepangat dan Mas Januarno. Salah satu pendiri, Mas Sugeng Wiyono, kemudian menyerahkan kuasa sepenuhnya ke Mas Tarmadji Budi H,” tutur Sukriyanto, SH, MH, ditengah kesibukan menangani beberapa perkara besar, Jumat 23 Oktober 2020.
Lalu, lanjutnya, pada tahun 2014, dilakukan penyesuaian akta yayasan guna menyesuaikan dengan undang undang tentang Yayasan dihadapan notaris Muhamad Ali Fauzi, SH, MH. Dalam akta penyesuaian ini, sejarah awal berdirinya yayasan, mulai Darma Sanjata Sudagung, Wien Martanto, juga disebutkan. Dalam akta ini pula, tidak ada pasal yang menyatakan batal aturan yang telah ada pada akta akta sebelum akta ini.
“Meskipun dilakukan penyesuaian dengan undang undang tentang Yayasan yang baru, ketentuan adanya persetujuan dari PSHT akan kepengurusan yayasan masih diterapkan melalui SK PSHT Nomor: 27/SK/PSHT.0000/II/2014,” tandas pengacara kondang di Madiun ini.
Berdasarkan kepengurusan 2014-2017 dan SK Nomor 27/SK/PSHT.0000/II/2014, paparnya, sebagai mandataris PSHT adalah, Mas Tarmadji Budi H, Mas RB Wiyono dan Issubiantoro. Sedangkan sebagai ketua pembina yakni Tarmadji Budi H. Setelah Tarmadji meninggal tahun 2015, kemudian pada tahun 2016 dilakukan rapat pengurus PSHT yang menyetujui penambahan anggota Dewan Pembina Yayasan menjadi RB Wiyono, Issoebiantoro, Wilis Geriliyanto, Eddy Asmanto dan FX Sentot (almarhum).
“Kemudian pada tanggal 21 Oktober 2017, ada pihak yang kemudian secara sepihak mengangkat ketua yayasan yang baru melalui oknum notaris, tanpa melibatkan kami. Inilah yang menjadi akar permasalahan,” tutur pengacara senior ini.
Berikutnya, paparnya, ada pihak yang mengklaim uang dan aset yayasan mencapai sekitar Rp.37 milyar. Padahal, uang dalam rekening yayasan, merupakan milik PSHT untuk operasional.
“Yang lebih menyakitkan, ada yang menuduh, Mas Hari Wuryanto cs (kini wakil bupati Madiun), selaku ketua yayasan yang kami akui, dituduh menggelapkan uang dan aset yayasan. Uang apa? Lagi pula, rekening yayasan itu kini sudah diblokir. Kalau penghasilan dari sekolah dulu, bisa dihitung, berapa hasilnya,” pungkasnya. (Dibyo).
Ket. Foto: Sukriyanto, SH. MH.