JAKARTA, beritalima.com | Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, menolak hadirnya pasal-pasal yang berpotensi menghalangi kemerdekaan pers dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.
Selain itu, PWI juga menolak pasal-pasal yang memberi kewenangan pemerintah memberi sanksi kepada pers.
Alasannya, pers sudah mempunyai undang undang sendiri yang bersifat leg spesialist.
Meski demikian, ada pasal-pasal dalam draft RUU tersebut yang akan mendukung pers supaya makin profesional dan yang perlu didukung.
“Kami menolak adanya Pasal 18 ayat (4) yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membuat peraturan pemerintah untuk mengatur sanksi administrasi terkait pelanggaran Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 UU Pers,” tegas ketua PWI Pusat, Atal Depari, usai diskusi terbatas mengenai RUU Cipta Kerja yang bersentuhan dengan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, di Jakarta Kamis 20 Pebruari 2020.
Menurutnya, UU Pers tidak boleh membuka pintu belakang dengan memberikan kewenangan melalui PP.
“Silakan sanksi diatur pada Pasal 18 ayat (3) UU Pers saja seperti sekarang ini. Namun bila nominalnya mau dinaikkan silakan, PWI setuju, asal tidak membunuh kemerdekaan pers,” tandasnya.
Mengenai naiknya sanksi sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (2), sikap PWI setuju.
“Inikan bentuk kesetaraan dihadapan hukum, baik untuk orang yang menghalangi kerja jurnalistik maupun perusahaan pers pelanggar Pasal 5 ayat (1) UU Pers,” tambahnya.
Naiknya sanksi denda yang semula Rp.500 juta menjadi Rp. 2 milyar, diharapkan bisa menjadi pengingat baik kepada masyarakat atau pers.
Sedangkan terkait Pasal 18 ayat (1), khususnya yang merujuk kepada Pasal 4 ayat (3), Atal meminta narasinya diubah. Karena legal standing pasal ini tidak semata perusahaan pers tetapi juga wartawan.
“Setidaknya ada dalam penjelasan yang dimaksud pers nasional adalah perusahaan pers dan atau wartawan,” imbuhnya.
Sementara itu terkait Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan verifikasi perusahaan pers, PWI Pusat mendukung UKW dan verifikasi perusahaan pers hadir dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
“PWI akan usulkan agar UKW dan verifikasi perusahaan pers diatur langsung dalam UU, tidak seperti sekarang ini,” harapnya.
Dalam pasal 7 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pokok Pers yang selama ini hanya dua ayat, menurutnya lagi, perlu ditambah.
“Dalam hal ini PWI mengusulkan Pasal 7 ayat (1) wartawan Indonesia wajib mengikuti pelatihan khusus dan uji kompetensi wartawan. Juga, pasal 7 ayat (2), wartawan Indonesia wajib masuk dalam organisasi profesi kewartawanan. Lalu, pasal 7 ayat (3), wartawan Indonesia wajib memiliki dan mentaati kode ettik jurnalistik,” urainya.
Atal juga meminta verifikasi perusahaan pers masuk menjadi syarat yang diatur pada pasal 9 UU Pokok Pers. Selain berbadan hukum, juga wajib terverifikasi. Namun verifikasinya tidak mengarah kepada pers industri. Verifikasinya lebih untuk melihat apakah badan hukumnya sudah sesuai.
Hal lain yang menjadi konsentrasi PWI adalah sistem pertanggungjawaban sebagaimana diatur Pasal 12 UU Pers yang sekarang ini masih membuka celah, masuknya pidana lain.
“Kami usulkan pada pasal 12 ini dikunci. Bila terjadi sengketa pemberitaan, hanya ditangani sesuai UU Pers. Bisa hak jawab, hak koreksi dan mediasi di Dewan Pers. Paling berat adalah pidana pers sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) atau Pasal 18 ayat (2),” pungkasnya. (Red).