JAKARTA, Beritalima.com | Pengembangan drone canggih oleh pemerintah akhirnya menggeser rencana dukungan pemerintah terhadap pengembangan proyek pesawat 80 penumpang (R80) dalam proyek strategis nasional (PSN) 2020-2004.
Pesawat R80 dirintis oleh mantan Presiden BJ Habibie melalui bendera swasta PT Regio Aviasi Industri (RAI) sebagai penerus pengembangan pesawat N250 yang tertunda kala krisis 1998.
Presiden Jokowi sempat menekankan pentingnya pengembangan teknologi di sektor energi, pangan, farmasi, termasuk pertahanan yang sampai saat ini masih membutuhkan riset untuk lebih maju ke depannya, antara lain pengembangan drone canggih.
“Drone ini hati-hati. Kita sudah bisa kembangkan drone. Coba kita lihat kemarin peristiwa (Iran) penggunaan drone yang dipersenjatai. Setelah menembaki kendaraan militer masih ada yang lari, masih dicari,” kata Jokowi.
Drone seperti apakah yang akan dikembangkan Presiden Jokowi, sampai menggantikan pengembangan R80?
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang melakukan percepatan pengembangan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau Drone Elang Hitam Kombatan, Elang Hitam (EH-4) dan EH-5. Spesifikasi tersebut akan menyamai Drone CH-4 Rainbow buatan China.
Kepala BPPT Hammam Riza, pada Januari 2020 lalu sempat mengatakan Presiden Jokowi sudah menyetujui untuk percepatan program pengembangan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau Drone, tipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) atau disebut PUNA MALE. Drone ini ditargetkan 2020 ini harus sudah bisa di uji terbang, dan tahun 2021 sudah mendapat sertifikat untuk diproduksi massal.
Pengembangan drone ini melalui Konsorsium PUNA MALE Kombatan yang terbentuk pada tahun 2017 lalu, antara lain Kementerian Pertahanan yaitu Ditjen Pothan dan Balitbang, BPPT, TNI-AU (Dislitbangau), ITB (FTMD), BUMN yaitu PT Dirgantara Indonesia dan PT Len Industri. Pada tahun 2019, LAPAN baru masuk sebagai anggota konsorsium, dan bersama sama ambil bagian dalam pengembangan PUNA MALE Kombatan.
Langkah percepatan pengembangan Drone buatan lokal ditujukan untuk mendapatkan PUNA MALE dengan spek Kombatan atau Unmaned Combat Aerial Vehicle (UCAV), dalam jangka waktu yang dipercepat dari tahun 2024 menjadi 2022.
“Diperlukan percepatan agar PUNA MALE Kombatan tersertifikasi, dapat digeber untuk siap terbang pada Tahun 2022. Dengan adanya isu seperti kedaulatan di Natuna, maka kesiapan misi pesawat PUNA MALE Kombatan ini sangat diperlukan. Sehingga PUNA MALE Kombatan diperlukan sesegera mungkin,” kata Hammam beberapa waktu lalu.
Elang Hitam yang Punya Senjata
Pada laman resmi BPPT, percepatan pembuatan MALE Kombatan ini dilakukan dengan melengkapi desain Drone Elang Hitam (EH-1), dengan sistem persenjataan, menjadi desain PUNA MALE Kombatan EH-4 dan EH-5.
Program PUNA MALE Kombatan EH-4 dan EH-5, targetnya tersertifikasi di Tahun 2024, dan EH-1 sampai EH-3, adalah pengembangan di tahun 2020-2022. Drone Elang Hitam Kombatan EH-4 dan EH-5, akan dikembangkan pada tahun 2020-2022 juga bersama dengan EH-1,2,3. Percepatan pembuatan MALE Kombatan ini dilakukan dengan melengkapi desain Drone Elang Hitam (EH-1), dengan sistem persenjataan, menjadi desain PUNA MALE Kombatan EH-4 dan EH-5.
“Awalnya program PUNA MALE Kombatan EH-4 dan EH-5, targetnya tersertifikasi di Tahun 2024, dan EH-1 sampai EH-3, adalah pengembangan di tahun 2020-2022. Dengan persetujuan Presiden Joko Widodo pada Ratas tadi, maka Drone Elang Hitam Kombatan EH-4 dan EH-5, akan dikembangkan pada tahun 2020-2022 juga bersama dengan EH-1,2,3. Disinilah terjadi percepatan pengembangan, sehingga tahun 2022 kita akan miliki 5 drone yang karya anak bangsa, yang setara Drone CH-4 dan CH-5 buatan RRC,” kata Hammam.
Pesawat tanpa awak Elang Hitam dirinci Hammam, dirancang juga dapat berfungsi sebagai pesawat PUNA MALE ISTAR, yakni dapat digunakan untuk misi intel atau spionase, pengawasan, mengakuisisi target, serta mengenali targetnya.
Ia bilang dengan kelengkapan fungsi tersebut tentu Drone Elang Hitam dapat menjadi wahana penting Indonesia, dalam menjaga kedaulatan wilayah darat maupun laut, melalui pantauan udara.
“Drone Elang Hitam ini akan menjadi semacam ‘CCTV di Langit Nusantara’, guna menjaga kedaulatan. Khususnya terkait pengawasan baik di wilayah darat maupun laut, melalui pantauan udara. Khususnya untuk mengintai di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar di Indonesia. BPPT bersama konsorsium dengan semangat merah putih tentu siap mewujudkannya,” kata Hammam. (yul)