Dengan pertimbangan untuk percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit (LRT) terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek), pemerintah memandang perlu memberikan alternatif pendanaan untuk pelaksanaan pembangunan prasarana dan penyelenggaraan sarana Kereta Api Ringan/Light Rail Transit terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi itu.
Atas pertimbangan tersebut, pada 3 Mei 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 49 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor: 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit (LRT) terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi.
Menurut Perpres ini, Menteri Perhubungan menandatangani perjanjian antara Kementerian Perhubungan dengan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak persetujuan atas dokumen teknis dan dokumen anggaran biaya rencana pembangunan prasarana Kereta Api Ringan/ Light Rail Transit terintegrasi yang telah diajukan PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
“Untuk melakukan evaluasi teknis dan kewajaran harga sebagaimana dimaksud, Menteri Perhubungan dapat mengadakan konsultan yang dilakukan melalui penunjukan langsung,” bunyi Pasal 3 ayat (5) Perpres ini.
Disebutkan dalam Perpres ini, Pemerintah melakukan pembayaran atas pembangunan prasarana yang dibangun oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk. melalui: a. pembayaran yang dialokasikan dalam Anggaran Belanja Kementerian Perhubungan; dan/atau b. pembayaran yang dilakukan Pemerintah melalui PT Kereta Api Indonesia (Persero). (Sebelumnya poin b tidak disebutkan).
Dalam hal pembayaran atas pembangunan prasarana yang dibangun oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk. dilakukan melalui pengalokasian anggaran belanja, menurut Perpres ini, pembayaran dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dituangkan di dalam perjanjian.
“Untuk pengalokasian anggaran belanja sebagaimana dimaksud dalam, Menteri Keuangan memberikan persetujuan kontrak tahun jamak (multiyear contract) berdasarkan usulan Menteri Perhubungan,” bunyi Pasal 7A ayat (2) Perpres ini.
Dalam hal pembayaran atas pembangunan prasarana yang dibangun oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk. dilakukan melalui PT Kereta Api Indonesia (Persero), menurut Perpres ini, Pemerintah menugaskan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang meliputi, penyelenggaraan pengoperasian prasarana, perawatan prasarana, dan pengusahaan prasarana termasuk pendanaan pembangunan prasarana Kereta Api Ringan/Light Rail Transit terintegrasi.
Tata cara pelaksanaan pembayaran atas pembangunan prasarana Kereta Api Ringan/Light Rail Transit terintegrasi oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) kepada PT Adhi Karya (Persero) Tbk., tegas Perpres ini, dituangkan dalam perjanjian berdasarkan pada perjanjian antara Kementerian Perhubungan dengan PT Adhi Karya (Persero) Tbk., dan perjanjian antara Kementerian Perhubungan dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Adapun pendanaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A, terdiri dari: a. Penyertaan Modal Negara; b. penerusan pinjaman dari Pinjaman Pemerintah yang berasal dari luar negeri dan/atau dalam negeri; c. penerbitan obligasi oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero); d. pinjaman PT Kereta Api Indonesia (Persero) dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan multilateral; dan/atau e. pendanaan lainnya.
Ditegaskan dalam Perpres ini, untuk pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud (meliputi, penyelenggaraan pengoperasian prasarana, perawatan prasarana, dan pengusahaan prasarana termasuk pendanaan pembangunan prasarana Kereta Api Ringan/Light Rail Transit terintegrasi), Pemerintah memberikan dukungan berupa subsidi/bantuan dan/atau insentif fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dalam hal Pemerintah memberikan dukungan berupa subsidi/bantuan sebagaimana dimaksud, perhitungan besaran subsidi/bantuan mempertimbangkan seluruh pendapatan yang diperoleh dari pelaksanaan penugasan,” bunyi Pasal 8C ayat (2) Perpres No. 49 tahun 2017 itu.
Menurut Perpres ini, untuk percepatan pemanfaatan hasil pembangunan prasarana Kereta Api Ringan/Light Rail Transit terintegrasi, Pemerintah menugaskan PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk: a. menyelenggarakan sarana yang meliputi: pengadaan sarana, pengoperasian sarana, perawatan sarana, dan pengusahaan sarana; dan b. menyelenggarakan sistem tiket otomatis (automatic fare collection).
Dalam pelaksanaan penugasan penyelenggaraan sarana sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) dapat bekerja sama dengan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. dan/atau badan usaha lainnya melalui pembentukan anak perusahaan atau perusahaan patungan.
Adapun pendanaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud, terdiri dari: a. Penyertaan Modal Negara; b. penerusan pinjaman dari Pinjaman Pemerintah yang berasal dari luar negeri dan/atau dalam negeri; c. penerbitan obligasi oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero); d. pinjaman PT Kereta Api Indonesia (Persero) dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan multilateral; dan/atau e. pendanaan lainnya.
“Dalam hal pendanaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud bersumber dari penerbitan obligasi dan/atau pinjaman dari lembaga keuangan, PT Kereta Api Indonesia (Persero) diberikan Jaminan Pemerintah,” bunyi Pasal 16A ayat (2) Perpres ini.
Subsidi
Ditegaskan dalam Perpres ini, untuk meningkatkan keterjangkauan tarif Kereta Api Ringan/Light Rail Transit terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), Pemerintah memberikan subsidi/bantuan dalam rangka penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik/Public Services Obligation.
Subsidi/bantuan untuk penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik/Public Services Obligation sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dapat pula diberikan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibu kota Jakarta.
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 8 Mei 2017 itu. (Pusdatin/ES)