SURABAYA, beritalima.com | Ketua Umum Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ASBUPI), Dede Martin, mengapresiasi STIAMAK Barunawati Surabaya yang sukses melaksanakan Seminar Nasional “Maritime Leadership” 2019.
“Ini cerdas sekali. STIAMAK berhasil mengumpulkan orang-orang berkompeten di bidang maritim. Ada port operator, regulator, port user dan akademi,” kata Dede dalam sambutan pembukaan seminar di Hotel Sheraton Surabaya, Rabu (18/12/2019) ini.
“Ini sangat menarik untuk meningkatkan peranan bisnis jasa maritim di Indonesia,” lanjutnya.
“ASBUPI berkepentingan menyuarakan suara anggota kepada pemerintah untuk mewujudkan mimpi pelabuhan menjadi poros maritim internasional,” tambah Dede.
Sementara itu si penggagas acara, Ketua STIAMAK Barunawati Surabaya, Nugroho Dwi Priyohadi, mengatakan, STIAMAK berupaya memberi kontribusi untuk pengembangan bisnis maritim nasional.
“Hari ini kami hadirkan orangn -orang berkompeten di bidang pelabuhan. Ada regulator dari Kementerian Perhubungan, port operator, pelaku bisnis maritim dan akademik,” ujar Nugroho.
“Kami harapkan seminar ini bisa menyumbangkan kemajuan bisnis dunia maritim nasional,” lanjutnya.
Seminar yang diikuti lebih dari 100 peserta dari masyarakat maritim Jawa Timur ini menghadirkan narasumber dari Direksi Pelindo III, Direktur Utama PT Terminal Petikemas Surabaya, Dothy, Direktur Operasi PT Terminal Teluk Lamong, Rumaji, dan Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DPW Jawa Timur, Hengky Pratoko.
Hengky mengatakan, kalangan pengusaha logistik dan forwarder Jawa Timur menilai bisnis kepelabuhan dan maritim ke depan harus punya ekosistem yang lebih terstruktur dengan jelas dan terintegrasi dengan baik.
Menurutnya, selain pengelola pelabuhan seperti Pelindo yang terus berbenah, pihak lain seperti Bea Cukai dan Balai Karantina juga perlu berbenah, mengingat saat ini pengusaha masih kerap mengahadapi kendala dalam menggunakan jasa transportasi laut.
“Masalah kemaritiman negara kita harus jelas, ekosistemnya juga harus dibenahi, dan diharapkan setiap peraturan sejalan dengan aplikasi saat di lapangan,” ujar Hengky.
Dia mengatakan, setiap customer memiliki keinginan untuk mendapatkan layanan yag efisien dan cepat serta mengedepankan servis, sehingga hal ini seharusnya bisa digali lebih banyak oleh instansi terkait seperti Bea Cukai, Karantina dan aparat pemerintah lainnya.
Dia mencontohkan Bea Cukai yang butuh waktu sampai 3 bulan untuk memeriksa barang yang telah keluar dari kepabeanan. Padahal barang itu espayednya tidak lebih dari 3 bulan.
Selain itu, ungkap Hengky, anggotanya harus diperiksa lagi dan itu bahkan masih diminta membayar. “Jadi ini sangat tidak efisien, dan tidak ada garansi permasalahan hukum,” tandasnya.
Tidak hanya itu, dalam ekosistem maritim juga kerap terjadi over lapping antar aparat sendiri atau government officer sendiri. Dalam hal ini mencontohkan masalah penangkapan kapal MV Seaspan Fraser yang mengangkut kontainer barang ekspor dari Surabaya tujuan Singapura.
Disebutkan, penangkapan kapal tersebut dilakukan TNI AL saat kapal berjalan, dan barangnya ditahan selama 30 hari di Batam dengan alasan masalah keamanan. Padahal dokumen ekspor telah dilengkapi.
Untuk itu, lanjut Hengky, pengusaha logistik dan forwader maupun pengusaha pelayaran berharap pemerintah memiliki satu badan pengawasan di laut atau single body agar tidak over lapping dalam antar aparat. (Ganefo)
Teks Foto: Ketua STIAMAK Nugroho Dwi Priyohadi (tengah) bersama para narasumber dan peserta Seminar Nasional “Maritime Leadership” di Hotel Sheraton Surabaya, Rabu (18/12/2019).