Sumbawa Barat NTB.beritalima.com|
Oknum Kepala Desa Kiantar, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat berinisial H kembali berbuat ulah yang kini menjadi sorotan masyarakat lagi. Pasalnya, H diduga melakukan tindak pidana korupsi ratusan juta terhadap biaya administrasi dalam pembuatan sporadik untuk lahan pembangunan bandara Kiantar, dengan modus dana admistrasi pembuatan Sporadik senilai Rp 150.000.000 , – masuk ke rekening pribadi kepala desa tersebut dan tidak dimasukan ke rekening pemerintahan desa.
Informasi penarikan dana ratusan juta oleh Kepala Desa (Kades) Kiantar untuk keperluan biaya sporadik tanah bandara yang belakangan mulai mencuat seiring beredarnya surat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kiantar dibenarkan oleh Inspektorat Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).
Sebagai institusi pengawas internal daerah, Inspektorat mengaku telah mengetahui hal tersebut sejak beberapa waktu lalu. Bahkan informasi yang belakangan ini telah dilaporkan ke aparat penegak hukum (APH) itu sudah pernah ditelusuri dan dimediasi agar Kades Kiantar mengembalikan dana tersebut ke kas desa.
“Informasi itu memang benar adanya. Dan pihak yang melaporkannya ke APH dalam hal ini para anggota BPD desa Kiantar, Kadesnya sudah kita klarifikasi sebelumnya,” terang sekretaris Inspektur Inspektorat KSB, Mars Anugerainsyah saat dikonfirmasi di kantornya, Rabu (23/2).
Ia pun menuturkan, awal mula informasi itu. Menurutnya, sekitar bulan September 2021, BPD desa Kiantar bersurat ke Kades Kiantar, Hasbullah untuk mengembalikan dana yang diterima dari pihak pelaksana pembebasan lahan bandara ke kas desa. Alasannya bahwa dana itu diminta Kades dalam rangka mengurus sporadik tanah bandara.
Masih dalam suratnya, pihak BPD memberi tenggat waktu hingga akhir tahun. Sayang batas waktu yang diberikan BPD tidak dipatuhi oleh Hasbullah. Atas hal itulah kemudian, BPD melaporkannya ke Inspektorat.
“Jadi awalnya kita mulai tangani Januari 2022,” papar Mars.
Dari laporan BPD itulah, Mars menuturkan pihaknya langsung turun melakukan mediasi serta penelusuran. Disaksikan BPD dan pihak kecamatan Poto Tano kala itu, Kades Hasbullah mengakui tindakannya berikut dengan pola penerimaan dana sebesar Rp 150 juta itu menggunakan rekening pribadinya.
Inspektotrat selanjutnya, lantas mengarahkan Kades untuk mengembalikan dana yang telah diterimanya tersebut ke kas desa sesuai tuntutan pihak BPD, Sebab dalih yang digunakannya untuk menarik bea pengurusan sporadik tanah bandara itu adalah bagian dari kebijakan pemerintah desanya.
“Kades pun akhirnya per 9 Februari mulai melakukan pengembalian ke kas desa. Tapi sampai hari ini yang disetor baru Rp 10 juta,” beber mantan sekeretaris Bappeda Litbang ini.
Di bagian lain Mars mengatakan, sebagai institusi pemerintah, desa pada dasarnya diberi ruang untuk mencari sumber pendapatan lain yang sah. Akan tetapi upaya itu harus sesuai regulasi yang telah ditetapkan.
“Permendagri 20 Tahun 2018 mengenai pengelolaan keuangan desa memberi ruang itu.Misalnya kontribusi berupa sumbangan dari pihak ketiga itu bisa. Tapi catatannya harus ada alas aturannya ya,” bebernya
seraya menambahkan jika penarikan bea sporadik sebagimana dalih Hasbullah di luar ketentuan.
“Setahu kami yang mengurus sporadik tanah itu kewenangannya di BPN,” sambungnya.
Mars pun menambahkan, upaya meminta Kades untuk menyetorkan bea sporadik tanah bandara yang masuk ke rekening pribadinya ke kas desa sebagaimana tuntutan BPD adalah langkah yang benar. Tujuannya untuk memastikan dana tersebut aman. Jika pada akhirnya alas hukum penarikan dana tersebut tidak ada dalam aturan desa, maka dana itu harus dikembalikan kepada pemilik sahnya.
“Kalau nanti diketahui tidak ada Perdes misal yang mengatur penarikan itu, maka uang harus dikembalikan. Nah kenapa kemudian kita arahkan disetor dulu ke kas desa supaya uangnya aman,” timpal Mars.
Disinggung mengenai telah dilaporkannya kasus tersebut ke APH, Mars menanggapi, hal tersebut sudah di luar kewenangannya. “Itu di luar ranah kami. Yang ielas Inspektorat bertugas memastikan penyelenggaraan pemerintahan di daerah termasuk desa sesuai dengan aturan yang berlaku,” pungkasnya.
Yang telah dilakukan oleh Kepala Desa tersebut bukan bagian dari Gratifikasi, Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang tambahan, hadiah uang, barang, rabat, komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, melainkan berupaya memperkaya diri sendiri dengan tidak mengalihkan kedalam rekening desa. Sehingga diduga kuat telah menggunakan dana tersebut Rp 140 juta dari 10 juta yang telah dikembalikan.
Laporan dugaan korupsi terhadap sang kades muncul dan saat ini sedang dilakukan Pulbaket oleh Kejaksaan Sumbawa Barat berdasarkan laporan yang dilayangkan oleh masyarakat setempat. Sang Kades dilaporkan ke Kejaksaan lantaran diduga menerima atas biaya administrasi pembuatan sporadik senilai Rp 150 juta yang masuk kedalam rekening pribadi sangat Kades
Investigasi media menemukan sejumlah bukti transfer dari seseorang Asriasfid alias HF disebut-sebut orang kepercayaan Madiyan Syahdianto alias Cakil (CK) sebanyak tiga kali, masing-masing Rp 50 juta ke rekening pribadi sang kades. Lantas ada juga kuitansi tanda terima dana biaya admin pengurusan sporadik yang ditandatangani sang Kades berikut stempel resmi pemerintah desa. ( Red)