JAKARTA – Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) dan Rencana Nasional (Renas) Penanggulangan Bencana penting untuk diintegrasikan dalam mendukung pembangunan nasional. Berbagai kejadian bencana di Tanah Air secara nyata mengganggu proses pembangunan nasional.
Latar belakang tersebut mendorong pengintegrasian dokumen penanggulangan bencana tersebut untuk mendukung perencanaan pembangunan nasional. Perwakilan Kementerian PPN/Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) Hermani Wahab mengatakan bahwa pengarusutamaan rencana penanggulangan bencana telah menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024.
“RIPB 2020-2044 dapat ditinjau berkala. Di dalam RIPB dibahas secara mendetail tentang fokus capaian yang akan dilakukan untuk mewujudkan Indonesia tangguh dan fokus capaian harus diturunkan hingga level daerah,” kata Wahab saat webinar Sosialisasi Implementasi RIPB 2020-2044 dan Renas Penanggulangan Bencana 2020-2024, pada Kamis (4/2).
Tambahnya, penyusunan Renas Penanggulangan Bencana perlu mempertimbangkan muatan strategis dalam RPJMN, seperti RIPB 2020-2024, Sendai Framework for Disaster Risk Reduction, rencana strategi dari kementerian atau lembaga, maupun isu kebencanaan terkini, pandemi Covid-19.
Dalam pengintegrasian dokumen penanggulangan bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mensosialisasikan secara luas kepada berbagai pihak, khususnya kementerian dan lembaga, TNI, Polri serta pemerintah daerah.
Hal tersebut diharapkan bahwa kedua dokumen ini nantinya menjadi pedoman nasional penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pada akhirnya berbagai upaya dapat meningkatkan kualitas penanggulangan bencana yang berkontribusi dalam proses pembangunan nasional.
Dokumen RIPB 2020 – 2024 telah ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada September 2020 sebagai pedoman nasional penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Kerawanan Sosial dan Dampak Bencana, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Dody Hargo Usodo mengatakan bahwa mitigasi dan adaptasi risiko bencana semakin penting di Indonesia.
“Indonesia memiliki RIPB sebagai langkah strategis penanggulangan bencana dalam jangka panjang,” ujar Dody.
Ia menambahkan bahwa penanganan bencana di dunia telah berubah dari responsif ke preventif. “Dari sectoral menjadi multisectoral, dari urusan pemerintah ke urusan bersama, dari sentralisasi menjadi desentralisasi, dari tanggap darurat menjadi pengurangan risiko bencana,” imbuhnya.
Seperti kita ketahui, Presiden Jokowi menetapkan tentang Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana Tahun 2020-2044 yang ditandatangani pada 10 September 2020.
Sedangkan Renas Penanggulangan Bencana, dokumen ini merupakan rencana nasional yang memuat kebijakan dan strategi serta pilihan tindakan untuk mencapai sasaran penyelenggaraan penanggulangan bencana nasional dalam kurun 5 tahun.
Di samping itu, komponen penting dalam implementasi kedua dokumen ini yaitu pelibatan seluruh pihak atau pentaheliks. Hal tersebut disebabkan bencana bersifat multidimensi dan multipihak.
“Pembelajaran dalam implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) untuk implementasi RIPB dan Renas PB, perlu dibentuk tim koordinasi nasional atau sekretariat Renas PB semua stakeholder dan dibuatkan pedoman teknis untuk mengimplementasikan RIPB dan Renas PB, pembentukan sekretariat daerah,” pungkas Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana BNPB Agus Wibowo dalam kesimpulannya.
Kegiatan webinar yang dimoderatori Philip J. Vermonte dari CSIS melibatkan sebanyak 500 peserta. Webinar ini merupakan rangkaian kegiatan memperingati 13 tahun BNPB berkarya dalam penanggulangan bencana.