SURABAYA, beritalima.com|
Timnas Paralympic berhasil menyabet gelar juara umum pada Asean Para Games 2023 dengan perolehan 401 medali. Di balik kesuksesan pada atlet paralympic, ternyata ada sosok dokter tim medis yang ikut berperan.
Salah satu sosok dokter tersebut adalah dr Abdullah Al Hazmy M Or AIFO-K yang merupakan peserta didik Program Profesi Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (IKFR) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR).
Hazmy menjalankan tugasnya bersama beberapa rekan lainnya. Mendampingi atlet disabilitas bukan suatu hal yang baru baginya. Ia sudah beberapa kali terlibat langsung dalam pendampingan atlet disabilitas.
Sering Mendapat Tugas
Saat masih menjadi dokter umum pada 2017, ia sudah terjun langsung dalam pemeriksaan kesehatan para atlet disabilitas.
“2018 saat Asean Para Games di Jakarta Palembang itu juga terlibat pengecekan kesehatan atlet. 2019 menjadi dokter di sekolah olahraga disabilitas milik Kemenpora. 2022 waktu Asean Para Games di Solo juga ditugaskan menjadi dokter kontingen atlet,” paparnya.
Pada 2023, Hazmy dipercaya kembali menjadi tim dokter medis para atlet disabilitas pada ajang Asean Para Games. Baginya dalam menangani atlet disabilitas dengan atlet pada umumnya tidak memiliki perbedaan.
“Cedera yang terjadi umumnya sama dan penanganannya tidak jauh berbeda,” ujarnya.
Hazmy menambahkan bahwa atlet disabilitas memiliki risiko cedera lebih besar.
“Faktor disabilitas yang menyebabkan risiko cedera lebih tinggi,” tuturnya.
Ia memberikan contoh pada atlet yang salah satu kakinya diamputasi maka kaki yang sehat akan menjadi tumpuan dalam melakukan aktivitas. Hal ini akan menyebabkan atlet lebih mudah lelah dibanding dengan atlet pada umumnya. Contoh lain adalah pada atlet yang menggunakan bantuan kursi roda, akan lebih mudah mengalami sakit punggung karena duduk dalam jangka waktu yang lama.
Muncul Tantangan
Hazmy menceritakan bahwa untuk memperoleh gelar juara umum pada Asean Para Games 2023 tidaklah mudah. Sebagai tim dokter, Hazmy dan rekan-rekannya memiliki tantangan untuk meningkatkan kebugaran dan performa para atlet. Disisi lain dengan kondisi disabilitas, atlet yang tergabung dalam Pelatnas harus menjalani 9 kali sesi latihan dalam satu minggu.
“Latihan ini yang membuat risiko cedera dan kelelahan tinggi. Tapi kami juga bekerja sama dengan tim lain untuk proses penyembuhannya,” terangnya.
Laki-laki kelahiran 1993 tersebut mengatakan bahwa olahraga disabilitas bukan hal yang baru. Tapi di Indonesia masih belum banyak yang terlibat. Padahal menurutnya pekan olahraga paralympic bisa memberikan jalan dan pilihan kehidupan baru bagi disabilitas.
“Menjadi seorang atlet bisa menjadi mata pencaharian juga bagi orang dengan disabilitas. Dengan ikut dalam kegiatan ini mereka nggak harus mengurung diri di rumah dan merasa nggak percaya diri,” ucapnya.
Hazmy berpesan kepada orang dengan disabilitas bahwa apapun kondisinya, mereka masih bisa berkarya. Bila ingin terjun ke dunia olahraga disabilitas profesional dapat mendaftarkan diri melalui National Palalmypic Committee (NPC) kabupaten/kota bahkan provinsi.
“Kalau sudah bergabung di NPC bisa dilatih dan bermain di level nasional atau internasional,” pungkasnya. (Yul)