JAKARTA, Beritalima.com– Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Irjen Pol Mohammad Iqbal menegaskan aktivis mahasiswa pada hakekatnya mitra aparat penegak hukum sehingga tidak perlu berhadap-hadapan apalagi dalam suasana penuh kekerasan.
Hal tersebut dikatakan Iqbal dalam pelatihan Moslem Influencer Academy (MIA) yang diselenggarakan Pengurus Daerah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kota Mataram di Aula Gubernur NTB, akhir pekan kemarin.
“Aktivis mahasiswa, terutama dari KAMMI merupakan mitra Polda dan aparat penegak hukum pada umumnya dalam menebarkan pesan-pesan kebaikan dan kedamaian,” kata Iqbal yang baru beberapa bulan bertugas sebagai Kapolda NTB.
Sebelumnya dipercaya menjadi Kapolda NTB, Iqbal menjabat sebagai Kepala Divisi Humas di Mabes Polri. Karena itu, Iqbal sudah terbiasa berinteraksi dengan para wartawan dan aktivis mahasiswa yang kerap berdemonstrasi.
Keterangan pers yang diterima Beritalima.com, Senin (2/11) pagi, Iqbal mengungkapkan, sekitar 81 juta penduduk Indonesia tergolong generasi millennial (lahir tahun 1977 – 1995), itu berarti 32 persen dari total populasi Indonesia. Mereka bercirikan: percaya diri tinggi, berorientasi kesuksesan, toleran, kompetitif dan haus mencari perhatian.
Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), 2017 ada sekitar 143 juta pengguna internet di Indonesia, itu sama dengan 76,47 persen dari total pemilih (Daftar Pemilih Tetap/DPT-red)) dalam Pemilu 2019. “Persoalannya, mampukah kaum muda millennial menjadi agent of change di Indonesia? Siapkah Anda membangun dan mewariskan nilai-nilai perjuangan bangsa?” seru Kapolda. Para mahasiswa menyatakan siap secara serempak.
Acara pelatihan diikuti 75 peserta secara social distancing dari kampus perguruan tinggi negeri dan swasta di Mataram, serta perwakilan cabang dan komisariat KAMMI di NTB. Peserta lain dapat mengikuti acara secara daring.
Ketua Pengurus Daerah KAMMI Kota Mataram, Arif Rahman mengatakan, tujuan pelatihan untuk merespon kegelisahan kaum muda atas kondisi kebangsaan dan kedaerahan yang semakin tidak menentu. “Mudahan-mudahan dengan lahirnya anak-anak muda intelektual dan terampil dalam pengelolaan media sosial akan mampu menyampaikan pesan kebangsaan dan vibrasi positif kepada dunia bahwa Indonesia bukan bendera lusuh tanpa nama dan Provinsi NTB itu indah, aman dan damai sehingga seluruh dunia tertarik mengunjungi NTB,” ungkap Arif.
Tampil sebagai narasumber dalam acara ini antara lain Sapto Waluyo (pendiri Center for Indonesian Reform), Muhammad Suparto (CEO Al-Hikmah TV), Encep Saefuddin (redaktur harian Investor Daily) dan akademisi/praktisi media di NTB.
Materi yang dibahas dan dilatihkan juga beragam, mulai dari Manajemen Isu dan Propaganda, Public Relation dan Institutional Branding, Fotografi dan Videografi, serta Public Speaking dan Teknik Lobi/Negosiasi. Peserta tidak hanya diskusi teori, tapi juga melakukan workshop dan presentasi hasil karya mereka.
Peserta sangat antusias mengikuti acara ini. Mereka tidak hanya bertanya tentang seluk-beluk media massa dan penggalangan opini, melainkan juga mempraktekkan teknik pembuatan meme, twitbon dan klip video. “Dalam ilmu komunikasi dikenal pemuka opini (opinion leader), sekarang ada influencer (pemengaruh) dan buzzer (pendengung).
Para aktivis harus menjadi pemuka opini dan influencer kebaikan, bukan buzzer yang memancing provokasi dan menebar permusuhan,” jelas Sapto Waluyo. Selain berpengalaman di media nasional, Sapto juga menjadi inisiator gerakan antikorupsi di kalangan mahasiswa dan melakukan monitoring media sosial. (akhir)