Jakarta, beritalima.com|- Senator asal Sumatera Barat (Sumbar) Irman Gusman, mengkritik keras pola penanganan bencana ekologis di daerahnya dinilai berjalan tanpa arah, minim kepemimpinan kolektif dan terjebak pada kerja parsial.
Di tengah kerusakan lingkungan dan tekanan ekonomi yang besar, negara disebut belum hadir secara utuh memberi arah pemulihan. “Yang terlihat masih kerja sendiri-sendiri, tanpa komando yang jelas,” kata Irman dalam diskusi respons dan penanggulangan bencana Sumbar, digelar PWI Sumbar di Padang (15/12).
Dalam diskusi tersebut, mantan Ketua DPD RI dua periode itu menuturkan, “ini bukan sekadar soal teknis kebencanaan, tetapi soal kepemimpinan dalam situasi krisis.”
Irman menilai kegamangan penanganan bencana tidak terlepas dari melemahnya otonomi daerah. Ia menyinggung relasi pusat–daerah yang timpang, di mana kewenangan dan sumber daya ditarik ke pusat atas nama investasi, sementara daerah kehilangan ruang gerak saat bencana terjadi.
“Ketika alam rusak dan rakyat terdampak, daerah justru harus menunggu keputusan dari atas,” ujarnya. Ia membandingkan respons pemerintah saat penanganan bencana besar tsunami Aceh pada 2004. Menurut Irman, pada masa itu negara hadir lebih cepat dan terkoordinasi. “Dulu kita melihat negara bergerak cepat. Sekarang, saya melihat kita justru tertinggal,” kisahnya.
Mengacu kajian Celios, kerugian ekonomi akibat bencana di Sumatra diperkirakan mencapai Rp 68,67 triliun dan berpotensi memperdalam perlambatan ekonomi daerah. Karena itu, Irman mendorong percepatan realisasi anggaran pemulihan sekitar Rp 13 triliun dengan prasyarat konsolidasi data kebencanaan dan percepatan penyusunan Detail Engineering Design (DED).
“Tanpa data yang jelas, pemulihan akan lambat dan tidak tepat sasaran,” ungkapnya.
Jurnalis: rendy/abri








