JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi V Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Irwan Facho kembali mempertanyakan urgensi dari kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal target pembangunan perumahan rakyat lewat skema Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Padahal, kata wakil rakyat dari Dapil Provinsi Kalimantan Timur itu, skema penyediaan perumahan rakyat lainnya masih terjadi persoalan seperti defisit atau backlog perumahan akibat ketidakseimbangan kebutuhan dengan pasokan, utamanya buat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Dalam keterangan pers yang diterima Beritalima.com, Kamis (9/7) siang, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat 2020-2025 itu mengatakan, Tapera ini dikhawatirkan bisa menambah backlog rumah yang dihuni karena Pemerintahan Jokowi belum mampu menafsirkan definisi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) secara komprehensif.
“Definisi MBR saja belum bisa dijelaskan pemerintah secara gamblang. Faktanya, banyak masyarakat khususnya pekerja informal ingin memiliki rumah tapi terkendala skema perbankan yang rumit dan syarat-syarat yang tidak pro kepada rakyat kecil,” jelas Irwan.
Pernyataan Irwan ini merespons banyaknya masyarakat pekerja informal yang tidak bisa mendapatkan bantuan pembiayaan dari pemerintah untuk rumah layak huni ini.
Pemerintah, kata Irwan, harusnya fokus menghadapi tantangan backlog sebesar 13,5 juta unit dengan konsisten skema bantuan pembiayaan perumahan Kredit Pemilikan Rumah dengan skema yang sudah berjalan seperti MLT BPJS, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP), Subsidi Bantuan uang Muka (SBUM) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) untuk segera diselesaikan targetnya.
Bukan menambah skema lagi tanpa penyelesaian masalah sebelumnya. “Kenapa Tapera ini dipaksakan kalau skema terdahulu saja belum clear. Ini dikhawatirkan menambah beban baru baik kepada masyarakat atau pemerintah,” tegas dia.
Dari skema terdahulunya, lanjut Irwan, upaya Pemerintah masih dirasa belum signifikan dalam mengatasi permasalahan penyediaan perumahan. Data tahun 2019 realisasi penyaluran FLPP dan SSB sudah mencapai jumlah 917.562 unit, dan penyaluran SBUM mencapai 682. 958 unit.
“Berdasarkan data Bappenas yang menunjukkan saat ini baru 40,05 persen rumah tangga di Indonesia yang menghuni Rumah Layak. Terus skema terdahulu belum berjalan signifikan. Kok muncul skema baru seperti tapera,” tegas dia.
Kemudian, beberapa pengusaha properti juga pada akhirnya berdampak akibat skema baru Tapera ini. Mereka banyak membangun rumah tapi tidak terisi karena syarat kredit rumit bagi rakyat berpenghasilan rendah.
Selain itu, Irwan menegaskan rakyat sudah cukup sulit bertahan di tengah situasi ekonomi akibat pandemi Covid-19, tetapi pemerintah terus mengambil uang rakyat untuk program-program yang menyangkut kepentingan rakyat, seperti penyediaan perumahan bagi MBR ini.
“Seharusnya tidak ada lagi (beban iuran ke rakyat), Kewajiban negara untuk memenuhinya tetapi masih menggunakan uang masyarakat untuk pendanaannya. Ini kritik saya,” demikian Irwan.
Ya, sebelumnya Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI membahas soal skema pembiayaan perumah dengan Tapera. Dalam rapat tersebut, pemerintah memberikan alasan kepada DPR, skema Tapera ini perlu dilakukan. Di antaranya solusi masalah backlog perumahan. (akhir)