Istana & BIN Lepas Tangan, Pemuda LSM LIRA Desak DPR Bentuk Pansus

  • Whatsapp

TERKAIT PENYADAPAN ILLEGAL SBY-MA
JAKARTA, beritalima.com — Setelah ditolak melaporkan ke Polda Metro Jaya, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dan Pengacaranya, Humphrey Djemat atas dugaan Penyadapan Illegal Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Ma’ruf Amin, kini Pemuda Lira (Lumbung Informasi Rakyat) desak DPRI RI bentuk Pansus Penyadapan illegal. Istana dan BIN (Biro Intelijen Negara) lepas tangan nyatakan tidak terlibat.

“Kami minta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) responsip terhadap masalah penyadapan illegal ini. Kasus ini jangan dianggap sepele. Jika ada anggota Dewan menganggap sepele, itu anggota Dewan yang sudah busuk, bodoh dan dungu. Ini masalah kedaulatan rakyat dan bangsa. Menyangkut hak asasi dan privasi rakyat yang terusik,” tegas Ketum Pemuda Lira, Indra Lesmana kepada awak media di Jakarta.

Menurutnya, pihak istana dan BIN telah menyatakan bahwa tidak terlibat dalam praktek penyadapan illegal SBY-MA Itu.
Dengan demikian masih ada empat institusi yang layak dicurigai melakukan penyadapan sesuai kewenangannya yaitu Kejaksaan, Kepolisian, BNN dan KPK. Jika bukan Empat institusi ini yang terlibat berarti ada pihak yang terlibat bersama Ahok dan pengacaranya.

Untuk itulah Pemuda Lira mendesak DPR RI dapat membentuk Pansus Penyadapan illegal percakapan antara SBY dengan MA yang telah dilansir di Sidang Penistaan Agama Ahok oleh Pengacaranya, Humphrey Djemat. Dengan membentuk Pansus para pihak yang diduga dapat investigasi sehingga kasus ini lebih cepat tuntas.

Menurut Indra Lesmana penyadapan yang diduga dilakukan Ahok bersama Tim Pengacara merupakan masalah negara, pelanggaran hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)/pribadi. Terkait penyadapan telah diatur dalam UU No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Setiap orang dilarang melakukan penyadapan dengan ancaman pidana Pasal 56 dengan kurungan 15 Tahun dan di Pasal 47 UU ITE dengan hukuman penjara maksimal 10 Tahun atau denda maksimal Rp. 800 juta.

Seharusnya Dewan lebih peka karena mereka digaji rakyat. Jika semua orang bebas melakukan penyadapan buat apa dibuat Undang Undang yang mengatur ketentuan penyadapan dan konsekuensi hukumnya. Ini memberikan dampak negatif tidak hanya bagi masyarakat dalam negeri juga kepada masyarakat dunia dan kalangan investor, papar aktivis Muda NU itu

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *