JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mempunyai etikad baik terutama kepada rakyat miskin. Buktinya, Pemerintah tetap menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada masyarakat Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) untuk kelas III mandiri.
Kecaman itu dilontarkan Anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan dan tenaga kerja, Kurniasih Mufidayati di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/1). Bahkan kecaman tersebut juga disampaikan wakil rakyat dari Dapil II Provinsi DKI Jakarta itu dalam dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan (Menkes), Direktur dan Badan Pengawas BPJS Kesehatan di ruang rapat Komisi IX DPR RI hari sebelumnya.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini heran kenapa Pemerintah tetap ngotot menaikan iuran BPJS untuk peserta golongan III mandiri yang nota bene mereka itu adalah masyarakat kurang mampu. “Saya nilai, Pemerintah tidak mempunyai etikad baik kepada rakyat kecil.”
Pernyataan ini disebut Mufida untuk menunjukkan betapa kecewanya para wakil rakyat atas tak dilaksanakannya hasil rapat (12/12-2019).
“Untuk mengingatkan, dalam rapat komisi IX DPR RI dengan pemerintah terkait, dihasilkan kesepakatan tentang jaminan pemerintah untuk PBPU dan BP kelas III mandiri, tidak naikan, dengan kata lain tetap membayar Rp 25.500. “Namun, kenyataannya kenaikan tarif tetap terjadi dan kesepakatan tidak dilaksanakan Pemerintah dan BPJS.”
Mufida kebih jauh menjelaskan, hal ini tentu saja menimbulkan kekecewaan yang sangat besar. Kenaikan iuran BPJS saat ini akan sangat memberatkan bagi rakyat. Beberapa fakta terungkap, misalnya migrasi (perpindahan/penurunan kelas) kepesertaan yang sudah menembus 800 ribu orang, banyaknya kepala daerah yang merasa terbebani karena APBD harus menanggung cukup besar alokasi untuk Iuran BPJS Kesehatan.
“Banyak yang migrasi dari kelas 1 ke kelas 2, kelas 2 ke kelas 3, bahkan ada dari kelas 1 ke kelas 3, yang kini jumlahnya menembus di atas 800.000 orang. Hal ini tentu menunjukkan, masyarakat merasa terbebani dengan kenaikan yang sangat besar atas iuran BPJS Kesehatan. Jika bukan, tentu saja mereka tidak akan menurunkan kelas kepesertannya di BPJS,” tandas Mufida.
Dikatakan, dalam RDP ternyata Pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan dan BPJS tidak dapat memberikan usulan solusi yang implementatif, yang dapat dilaksanakan segera dan efektif. Tak adanya koordinasi dan saling melemparkan tanggungjawab atas kenaikan ini menunjukkan, masih banyak yang masih perlu dibenahi dalam management BPJS kesehatan.
“Kalau apa yang akan dipaparkan hari ini oleh pemerintah yang hadir di forum komisi IX, di Rapat Dengar Pendapat Umum mengenai iuran BPJS dengan materi yang sama persis dengan apa yang sudah dibagikan ke kita, maka tutup saja sekarang,” tegas Mufida.
Ditambahkan, anggota dewan sudah bolak balik menerima bahan presentasi dari pemerintah. Tetapi, tidak ada solusi untuk rakyat kecil yang dapat dilaksanakan segera. “Kita tidak mau lagi dibohongi, diberikan pilihan seperti anak kecil yang ditawari permen, tapi nyatanya permen itu tidak ada yang manis satupun. Kita nggak mau lagi.”
Dikatakan, Pemerintah bisa mengganggarkan dana ratusan triliun untuk membayar hutang tapi mengapa tidak bisa mengalokasikan untuk membantu rakyat kecil yang susah. “Alasan tidak ada alokasi dana APBN, tidak adanya payung hukum, apapun itu, alasan apapun yang diajukan Pemerintah dan BPJS, pada dasarnya kita sekarang bisa melihat fakta, saat ini Pemerintah tidak punya itikad baik kepada rakyat kecil,” demikian Kurniasih Mufidayati. (akhir)