IWAPI Komitmen MoU Pengendalian Perubahan Iklim

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com – Komitmen untuk menahan laju pemanasan global tidak melebihi 2°C dan sedapat mungkin mengupayakan dibawah 1,5°C setelah masa pra-industri, karena telah diatur di dalam Kesepakatan Paris (Paris Agreement).

“Untuk mencapai target tersebut perlu dukungan kebijakan, program dan kegiatan yang mendorong berbagai pihak untuk berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi Gerakan Rumah Kaca (GRK) serta meningkatan kapasitas adaptasi dalam menghadapi bencana terkait iklim yang semakin sering terjadi di wilayah Indonesia,” demikian hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya pada acara Hari Aksi Pengendalian Perubahan Iklim (HAPPI) 24 – 25 Oktober 2018, yang diselenggarakan Direktorat Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Rabu (24/10/218) di Aula Pertemuan KLHK, Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta.

Pada waktu yang sama sebelum memberikan sambutan, Menteri menyerahkan penghargaan Program Kampung Iklim (ProKlim) kepada 33 lokasi yang memenuhi kriteria sebagai ProKlim Utama dan 1 lokasi ProKlim Lestari yang telah melaksanakan good practises sehingga dapat meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat dalam menghadapi pembahan iklim serta berkontribusi terhadap pengurangan emisi GRK di tingkat tapak. Selain itu penghargaan diberikan juga kepada 10 Pemerintah Daerah Provinsi dan 41 Kabupaten/Kota yang telah mengeluarkan kebijakan dan peraturan di Tahun 2018 untuk mendukung pelaksanaan ProKlim di wilayahnya.

Lebih lanjut, Menteri pun, memberikan apresiasi kepada semangat kolektif seluruh pihak dalam melaksanakan aksi nyata adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Hingga penerima penghargaan diharapkan dapat menjadi agen pembawa perubahan sehingga kemudian semakin banyak terbangun kampung iklim di seluruh wilayah Indonesia.

Sebelumnya pada saat pembukaan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyaksikan Nota Kesepahaman antara Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) dan MoU antara Dirjen PPI dengan dunia usaha yaitu dengan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI). Ruandha Agung Sugardiman selaku Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK menekankan pentingnya kita semua bekerjasama untuk menghadapi dampak dari terjadinya cuaca ekstrim sebagai akibat perubahan iklim di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam acara Hari Aksi Pengendalian Perubahan Iklim (HAPPI).

“Saat ini Indonesia terus berupaya untuk merealisasikan komitmen pengurangan emisi GRK sebagaimana tercantum dalam dokumen the First National Detennined Contribution (NDC), yaitu pengurangan emisi GRK 29% dengan usaha sendiri, atau 41% jika ada dukungan internasional,” pungkasnya.

Lebih jauh diungkapkan Nita Yudi, Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) menyatakan benar – benar komitmen atas ucapan yang disampaikan Menteri LHK dan Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, untuk mempertahankan laju pemanasan global tidak boleh melebihi dari 2°C.

“Tentunya karena kita dari pengusaha ada yang mengeluarkan asap dan ada yang tidak. Misalnya fashion, fashion itu tidak mengeluarkan asap akan tetapi mengeluarkan limbah yang dapat merusak lingkungan. Berarti tidak semua yang kita tata,” tandasnya.

Namun yang perlu ditata menurut Nita Yudi, menekankan pada dunia usaha yang menghasilkan asap yang tidak bagus di udara yang dapat merusak ozon. Mengingat kerjasama IWAPI dengan Direktorat Pengendalian Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menitikberatkan pada peran perempuan pengusaha. Yang tentunya menurut Ketua Umum IWAPI itu ada proses pendidikan bagi dunia usaha yang masuk dalam lingkup binaannya.

Lanjutnya bagi pengusaha perempuan yang menghasilkan asap dalam dunia usahanya seperti pabrik tahu tempe dan restauran, memgupayakan seperti apa edukasinya. Oleh karena dari IWAPI membutuhkan peran perempuan sebagai perempuan pengusaha yang membidangi lingkungan hidup dalam organisasi perempuan pengusaha.

“Kita bersama IWAPI memberi edukasi kepada perempuan yang bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ungkapnya.

Lanjutnya selama yang dilakukan IWAPI adalah dengan melakukan penanaman pohon tapi kalau proses seperti tadi (pengendalian perubahan iklim), baru akan mendapat edukasi dari Kementerian LHK, yang nantinya akan mengedukasi kembali kepada seluruh pengurus IWAPI di Indonesia.

Kendati IWAPI bukan lembaga hukum namun manakala ditemukan anggotanya tidak memyepakati komitmen dibawah 2°C, Ketum IWAPI akan mengambil tindakan berupa teguran pertama dan seterusnya. “Tentunya ada pengaduan – pengaduan yang sudah barang tentu ada peneguran apalagi IWAPI sudah bekerjasama dengan KLHK, yang berarti sudah mengetahui porsi mana yang salah dan porsi mana yang betul,” jelasnya.

Masih diungkapkan Nita Yudi, hal itu akan menjadi kolaborasi antara MoU yang sudah ditandatangani agar ibu – ibu pengusaha itu dapat menjalankan usahanya sesuai aturan. Dan memberikan peneguran bagi yang tidak mengikuti aturan agar jangan sampai dibawa ke ranah hukum. Oleh karena itu ditegaskan Nita Yudi bahwa dari organisasi akan memberikan warning terlebih dahulu.

“Seperti yang disebutkan tadi bahwa pengusaha tahu, tempe, dan restoran, fashion dan lain sebagainya yang menghasilkan limbah dan merusak ozon akan kita beri teguran, kalo teguran pertama dan kedua tidak bisa akan kita bawa ke biro hukum IWAPI,” jelasnya. dedy mulyadi

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *