SURABAYA – beritalima.com, Hari Pujianto dan Imam Pribadi dimintai keterangannya sebagai saksi pada sidang kasus dugaan menggunakan surat palsu dengan terdakwa Sri Wahyuni di Pengadilan Negeri Surabaya, kembali digelar. Kamis (4/4/2019).
Hari Pujianto, adalah orang yang pernah menyuruh Almarhum Muksin, membuat laporan kehilangan Kartu Keluarga No. 3578240101080896 atas nama Poly Tanudjaya di Polsek Gubeng. Sedangkan Imam Pribadi, adalah penyidik Polsek Gubeng yang pernah ditugaskan untuk memeriksa Hari Pujianto.
Disepanjang persidangan, Majelis Hakim yang diketuai Sigit Sutriono ini kerap menegur saksi Hari Pujianto karena keterangan yang diberikan berbelit-belit.
Berawal dari Hari Pujianto, yang mengatakan tidak fokus pada saat menandatangani Berita Acara Pemeriksaan polisi, meskipun ia mengaku sehat secara jasmani dan rohani pada saat menjalani pemeriksaan.
“Saat diperiksa memang saya dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, tapi pada saat saya membaca berita acara saya tidak fokus, saya memang membaca, tapi belum tentu saya fokus, makanya berita acara itu saya tanda tangani begitu saja, sambil bergurau. Saya mohon maaf atas kesalahan saya,” kata Hari Pujianto di hadapan Hakim Sigit Sutriono.
Mendengar jawaban tersebut, Sigit pun langsung berang. Ia lalu memberikan teguran keras kepada saksi Hari Pujianto.
“Saudara ini bagaimana, saya sudah 30 tahun lho menjadi hakim, jadi saya tahu karakter orang masing-masing. Anda ini sarjana ekonomi, soal anda membaca (BAP) atau tidak itu bukan urusannya penyidik, yang penting hak-hak anda sudah diberitahu oleh penyidik,” tegur Sigit.
Namun teguran hakim Sigit ini seolah diabaikan oleh saksi Hari Pujianto, Hari tampak tetap ngotot mempertahankan keteranganya bahwa dirinya tidak fokus pada saat tanda tangan berita acara polisi, sehingga dia sempat diperiksa lagi. Kengototan itu pun membuat Hari tidak tertib dalam persidangan dan hakim Sigit kembali menegurnya.
“Ini keterangan anda di berita acara polisi, kalau kamu memberikan keterangan tidak benar, itu ada ancaman hukumannya. Jangan main-main dengan hukum, meski anda sebagai saksi tetap ada ancamannya lho,” ucap Sigit.
Sementara itu, saksi lainnya yakni Imam Pribadi mengatakan bahwa pemeriksaan yang dialakukan terhadap saksi Hari Pujianto mengalir begitu saja sesuai standar pemeriksaan, tanpa ada intimidasi apalagi pemukulan.
“Saat diperiksa, saksi Hari juga dalam keadaan sehat, dia juga kami berikan kesempatan membaca setiap keterangan yang sudah ia berikan, dan diakhir pemeriksaan dia kami suruh membaca lagi sebelum tanda tangan berita acara,” kata saksi Imam.
Setelah mendengarkan keterangan dua orang saksi, hakim Sigit Sutriono memutuskan untuk langsung melakukan pemeriksaan kepada terdakwa Sri Wahyuni.
Dihadapan majelis hakim, Sri Wahyuni membeberkan fakta, bahwa sebenarnya Almarhum suaminyalah (Muksin) yang dimintai tolong oleh Hari Pujianto untuk membuatkan surat kehilangan Kartu Keluarga atas nama Poly Tanudjaya, tapi karena suaminya pada waktu itu sedang sibuk, selanjutnya permintaan tolong dari Hari Pujianto itu pun dioperkan kepada dirinya.
“Waktu itu suami saya sedang sibuk. Suami saya dimintai tolong sama Pak Hari. Di polsek saya hanya membawa catatan nomer dan nama saja, tidak ditanyai apa-apa,” beber terdakwa Sri Wahyuni.
Diketahui, Sri Wahyuni, istri dari Almarhum Muksin didakwa melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHPidana, karena memasukan keterangan palsu dalam akta autentik.
Kasus berawal pada saat Sri Wahyuni disuruh oleh suaminya yaitu Almarhum Muksin untuk membuat laporan kehilangan Kartu Keluarga (KK) No. 3578240101080896 atas nama Poly Tanudjaya di Polsek Gubeng Surabaya.
Selanjutnya atas laporan tersebut Polsek Gubeng menerbiktan Surat Laporan Kehilangan /Rusak/Barang/surat surat berharga Nomor : STPL/1121/XI/2015/SPKT tanggal 5 Nopember 2015. Padahal Kartu Keluarga No. 3578240101080896 atas nama Poly Tanudjaya tersebut tidak hilang.
Kartu Keluarga yang dilaporkan hilang tersebut akhirnya digugat oleh Yenny Tanudjaya (isteri dari Hari Pujianto), sehingga saksi Mien Lieku (istri Poly Tanudjya) menderita kerugian karena harus mengeluarkan uang Rp. 200 juta untuk melakukan perlawanan atas gugatan yang dilayangkan oleh Yenny Tanudjaya. (Han)