Dalam pertemuan ini di kediamannya Moeldoko menyatakan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin harus bisa menyatukan semuanya. Menurutrnya itulah tugas seorang memimpin, tapi kata dia kalau tidak bisa menyatukan berarti bukan pemimpin. Namun terkait kelompok bola yang masih demdam terhadap sesama klub, Moeldoko mengatakan harus inten melakukan pendekatan people to people.
“Sepanjang emosinya kita fahami dengan baik, kita kelola emosionalnya dengan baik akan menjadi hubungan yang sehat. Sepanjang pemimpin melakukan hubungan yang baik, pasti semua akan teratasi. Saya pikir kalau bisa dikelola dengan baik akan pasti dapat mendorong kesejahteraan pemain bola dengan baik. Semuanya dikelola dengan transfaran, difahami oleh semua anggota, kuncinya disitu. Dan bisa diharapkan dengan baik,” tandas Moeldoko, Rabu (14/9/2016).
Hal lain ditandaskan Moeldoko bahwa dalam persoalan yang sangat menonjol sekarang ini adalah akibat tidak adanya hubungan yang harmonis antara PSSI dengan Pemerintah. Ini menurutrnya bukan persoalan prestasi. Namun mantan Panglima TNI menegaskan bahwa seorang pemimpin harus bisa mengayomi dan tidak mengungkit masa lalu.
“Mungkin ini amnesty PSSi dan kita berangkat dari PSSI tanpa adanya kelompok-kelompok. Kalau berpikir kelompok tidak ada penyelesaiannya. Kedua yang perlu diselesaikan adalah bagaimana membangun komunikasi yang konstruktif,” tegasnya.
Dalam konteks manajerial, ia mengakui akan membenahi persoalan sepak bola dengan baik dan perlu pendinginan di masyarakat. Begitu juga PSSI tidak boleh digunakan kendaraan politik. Oleh karena itu menurutnya bagaimana visinya mengelola PSSI di Asia dan mengedepankan sepak bola Indonesia. Maka dari itu, kata Moeldoko harus bisa mengayomi sebagai Ketua Umum PSSI. dedy mulyadi